Soal Kasus Kekerasan di PIP Semarang, Senator Anang Budi Utomo: Itu Pola Lama

Avatar photo

SEMARANG, Jateng – Senator DPRD Kota Semarang dan pengamat pendidikan, Anang Budi Utomo menyebut, kekerasan di kampus kedinasan sebenarnya sudah tidak perlu terjadi lagi.

Kampus sepatutnya mampu mencegah tindakan tersebut melalui berbagai langkah strategis.

Di antaranya harus ada pakta integritas yang disepakati bersama, baik dari lembaga kampus maupun para taruna.

“Harus ada komitmen dan pakta integritas, kalau perlu ada sesuatu yang tertulis bahwa para senior tak akan melakukan kekerasan terhadap juniornya,” katanya, Kamis (15/6/2023).

Anang melanjutkan, sebenarnya kampus memiliki ruang yang terbuka untuk melakukan pencegahan kekerasan terjadi di lingkungan kampus.

Apalagi sudah ada imbauan dari kementerian terkait pencegahan kekerasan di sekolah maupun kampus.

Bahkan, ada pedoman penghapusan kekerasan, baik terhadap perempuan dan sesama mahasiswa.

“Sebenarnya hal itu tinggal tataran implementasinya.”

“Jadi menurut pimpinan perguruan tinggi tinggal membuat SK-nya, pakta integritas atau imbauan supaya para senior tidak melakukan kekerasan terhadap juniornya,” tuturnya.

Pihaknya ikut prihatin kasus kekerasan di lingkungan pendidikan masih terjadi di Kota Semarang.

Padahal saat ini Pemkot Semarang sedang menggencarkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan, anak, dan KDRT sehingga jangan sampai kekerasan itu malah terjadi di lingkungan kampus.

“Kami prihatin, kasus itu pola-pola lama, tradisi lama, alasan pendisiplinan, lalu memunculkan kekerasan, sebenarnya tidak boleh terjadi,” bebernya.

Diberitakan sebelumnya, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol M Iqbal Alqudusy menyebut, kasus kekerasan di PIP Semarang sudah dilakukan kesepakatan damai alias restorative justice (RJ).

Hanya saja, permintaan lainnya dari pihak korban seperti adanya perombakan kelembagaan di kampus pelayaran tersebut masih terus diupayakan.

“Sementara kasus ini masih proses.”

“Karena ada permintaan lainnya seperti perbaikan dari manajemen PIP Semarang,” bebernya, Kamis (15/6/2023).

Kombes Pol Iqbal menegaskan, setiap laporan akan ditindaklanjuti.

Namun, untuk perkara penganiayaan PIP Semarang dari pihak orangtua atau pelapor mengajukan surat penundaan proses perkara ketiga dan restoratif justice (RJ) ke Direskrimum Polda Jateng tertanggal 8 Mei 2023.

“Kami juga sudah melakukan proses itu (pemanggilan terhadap terlapor),” paparnya.

Lebih lanjut, surat penundaan proses perkara ketiga dan restoratif justice ditandatangani oleh orangtuanya secara langsung.

“Kemarin ada statement kuasa hukum terkait kasus itu, tapi faktanya orangtua korban minta RJ,” paparnya.

Pendamping hukum korban dari LBH Semarang, Ignatius Radit mengatakan, sudah memegang surat pernyataan pengakuan dari para senior yang melakukan penganiayaan terhadap korban.

“kami tak ingin penyelesaian kasus tidak hanya secara pidana, melainkan ada perbaikan struktural dari pihak kampus supaya tak menormalisasi kekerasan,” jelasnya.

Sebelumnya, seorang pria berinisial MGG (19) taruna PIP Semarang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh para senior dan pembinanya.

Kekerasan dilakukan sebanyak 4 kali.

Akibatnya, pandangan mata korban sempat kabur selama 2 minggu.

Air kencingnya berdarah hingga tulang hidung alami geser.

Korban mengalami kekerasan setidaknya 4 kali.

Kekerasan pertama berupa pemukulan bertubi-tubi menggunakan tangan terbuka di kepala dari arah atas, depan, kiri, dan kanan.

Pukulan mengenai di kepala dan tendangan di tulang kering oleh Pembina dan Pengasuh Taruna (Binsuhtar) pada Minggu, 9 Oktober 2022.

Penganiyaan kedua, korban mengalami pemukulan di kepala bagian belakang sebanyak lebih dari 10 kali oleh seniornya angkatan 56, pada Minggu 23 Oktober 2022.

Berikutnya, korban mengalami penganiayaan fisik, dipukul sekira 40 kali di bagian perut, termasuk ulu hati pada Rabu 2 November 2022

Terakhir pada Selasa (13/6/2023), korban alami kekerasan dengan ditendang oleh seniornya.

“Secara fisik memang tidak begitu parah, tetapi hal itu mengingatkan rasa trauma korban.”

“Hal itu terbukti dari hasil assesment psikolog LPSK yang menyatakan korban alami trauma,” bebernya.

sumber: TribunJateng.com

 

Polda Jateng, Jateng, Polrestabes Semarang, Polres Rembang, Polres Sukoharjo, Polres Pati, Polres Batang, Polres Humbahas, Polda Sumut, Kapolres Sukoharjo, AKBP SIGIT, AKBP Hary Ardianto, Polres Banjarnegara