Berita  

Kisah Korban Longsor Jemblung Banjarnegara Lolos Maut-Kehilangan Anak-Istri

Avatar photo

Banjarnegara – Bencana tanah longsor di Dusun Jemblung Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, sudah delapan tahun berlalu. Namun peristiwa itu masih terekam jelas dalam ingatan Tunut (50), salah satu korban yang lolos dari maut kala itu.

Ditemui di rumahnya di Desa Karangkobar, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, Tunut masih terbaring di tempat tidurnya. Ada kursi roda yang berada di pojok kamar tidur Tunut.

Bencana tanah longsor yang yang terjadi pada 12 Desember 2014 lalu memang tidak bisa dilupakan begitu saja oleh Tunut. Wajar saja, dari 125 korban jiwa, dua di antaranya merupakan istri dan anaknya.

Tidak hanya itu, warga Desa Karangkobar ini juga kehilangan dua kakinya setelah terkubur material tanah longsor. sambil berbaring di tempat tidurnya, Tunut menceritakan detik-detik tebing setinggi lebih dari 100 meter di atas pemukiman Dusun Jemblung longsor.

“Saat itu, sekitar jam 5 sore saya bersama anak dan istri pergi ke rumah saudara di Dusun Jemblung. Niatnya silaturahmi,” ujarnya saat ditemui di rumahnya Rabu (5/10/2022).

Setibanya di rumah saudaranya, anaknya yang baru berusia 12 tahun ini meminta buah jambu yang ada di depan rumahnya. Ia bersama anaknya menunggu di bawah pohon sedangkan saudaranya memanjat pohon jambu.

Saat tengah menunggu di bawah pohon jambu, tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Saudaranya yang tengah memanjat pohon jambu teriak memberi aba-aba agar Tunut dan anaknya lari lantaran ada tanah longsor.

“Tiba-tiba ada suara gemuruh dan ada juga suara seperti ban meletus. Saudara saya yang di atas teriak agar saya melarikan diri. Jadi saya langsung lari menggandeng anak dan istri saya mencari tempat yang lebih tinggi,” kisahnya.

Namun nahas, baru sekitar lima meter ia sudah terhantam material tanah longsor. Anak dan istrinya pun lepas dari genggaman tangannya.

Tunut mengaku terkubur dari leher ke bawah. Hanya menyisakan kepala yang sudah babak belur terhantam material tanah longsor.

“Saya terkubur dari leher ke bawah. Hanya kepala yang tidak terkubur. Sempat pingsan, dan baru sadar sekitar jam 7 malam karena saat itu hujan jadi kepala saya kena air kemudian sadar,” tuturnya.

Begitu sadar, ia melihat ada cahaya senter dari warga yang hendak menolong. Spontan, ia teriak untuk meminta pertolongan. Saat itu juga ia ditarik untuk diselamatkan.

“Begitu sadar ada yang bawa senter, saya langsung teriak meminta tolong. Langsung saya ditarik untuk dievakuasi,” kata dia.

Tetapi, kedua kakinya patah terhantam material tanah longsor. Bahkan, akibat kejadian tersebut ia harus berbaring selama 7 tahun hingga akhirnya kedua kakinya diamputasi.

“Setelah itu kaki saya lama-lama mengecil. Selama 7 tahun saya hanya bisa terbaring. Baru setelah diamputasi sudah bisa duduk. Baru tahun kemarin ini kedua kaki saya diamputasi,” terangnya.

Sedangkan nasib anak dan istrinya tidak tertolong. Beruntung jenazah keduanya berhasil ditemukan.

“Pertama yang ditemukan jenazah istri saya. Kalau anak saya satu minggu setelah kejadian,” sebutnya.

Tunut menyebut hanya ada empat orang yang berhasil selamat dari tanah longsor tersebut. Selain dirinya, ada saudaranya yang tengah memanjat pohon serta ibu hamil yang berada di rumah.

“Saudara saya yang di atas pohon jambu selamat. Juga ada ibu hamil yang pasrah di rumah juga selamat. Karena di atas rumahnya ada pohon aren sehingga material tanahnya tidak menabrak rumahnya,” ungkap dia.

Saat ini, lokasi tanah longsor di Dusun Jemblung dilarang didirikan tempat tinggal. Warga yang rumahnya di sekitar lokasi dipindah di hunian tetap (Huntap) di Desa Bandingan, Kecamatan Karangkobar tidak jauh dari lokasi kejadian.

“Sekarang lokasi tanah longsor hanya ditanami pohon-pohon. Dilarang untuk didirikan rumah lagi. Bagi rumah yang ada di sekitar lokasi kejadian sekarang pindah di Huntap,” jelasnya.