Dampingi Korban Kekerasan Anak, Dinsos Banjarnegara Gandeng Sekolah dan Kejaksaan

Avatar photo

Banjarnegara – Banyaknya kasus tindak pidana yang melibatkan anak sebagai korban dan pelaku di Banjarnegara, membuat Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Dinsos PPA) terus melakukan pendampingan terhadap korban serta pencegahan.

Dalam melakukan pencegahan, Dinsos PPA Banjarnegara terus menjalin komunikasi dengan pihak sekolah, serta Kejaksaan Negeri Banjarnegara. Hal ini dilakukan untuk memberikan pendampingan, serta pencegahan tindak pidana yang melibatkan anka.

Kepala Dinsos PPA Banjarnegara, Noor Tamami mengatakan, untuk tindak pencegahan, pihaknya sudah melakukan kerjasama dengan pihak sekolah, termasuk melakukan komunikasi dengan guru BK sekolah. Hal ini dilakukan, agar komunikasi antara penaga pendidik dengan anak bisa lebih baik.

“Jadi guru BK ini, nantinya tidak hanya memanggil anak yang bermasalah, tetapi juga melakukan pendekatan terhadap anka sekolah sebagai tindakan antisipasi,” katanya.

Untuk korban kekerasan terhadap anak, pihaknya juga terus melakukan pendampingan bersama dengan relawan psikologis agar mental anak kembali baik.

“Kita juga masih mengaktifkan forum anak, di sini anak tidak hanya menjadi objek, tetapi meningkatkan mental anak untuk bisa lebih komunikatif dengan berani melapor,” katanya.

Dengan pendekatan yang baik, maka komunikasi anak akan lebih nyaman. Sebab sekolah tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga mendidik. Dia juga selalu mewanti-wanti agar pihak sekolah tidak mengucilkan anak yang menjadi korban, khususnya korban kekerasan.

Tak hanya itu, bentuk pencegahan tindak pidana terhadap anak juga dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Banjarnegara melalui program Jaksa Masuk Sekolah. Hal ini sangat penting, agar anak usia sekolah mengenal hukum lebih dini, sehingga mereka tidak melakukan tindakan yang menyebabkan mereka harus berurusan dengan hukum.

Seperti diketahui, berdasarkan data yang ada di Kejaksaan Negeri Banjarnegara, kasus kekerasan terhadap anak mengalami peningkatan. Bahkan pada tahun 2020 lalu, terjadi 21 perkara pindak pidana dengan 17 pelaku anak di bawah umur. Tak hanya itu, pada tahun 2022 ini juga telah terjadi 8 perkara tindak pidana yang melibatkan anak, baik sebagai korban maupun pelaku.

“Ini menjadi perhatian bersama, semua pihak harus terlibat yang terpenting adalah mengembalikan psikologi anak. Sehingga, mereka tetap bisa menjalani hidup dengan normal dan tidak merasa kehilangan masa remajanya,” ujarnya.