Berita  

Warga Terdampak Tol Demak Tolak Pembebasan Tambak Sebagai Tanah Musnah

Avatar photo

Demak – Warga terdampak Tol Semarang-Demak Seksi I dari perbatasan Semarang-Kecamatan Sayung, Demak, menolak pembebasan tambak sebagai tanah musnah. Mereka menganggap tambak tersebut masih produktif sebagai ladang pencaharian warga dan aktif menyelesaikan administrasi pajak tiap tahun.

Proses pembebasan lahan tersebut kini masih terkendala atas harga yang ditentukan. Hingga kini warga pemilik ratusan bidang dari tiga desa masih menolak.

Tiga desa yang belum proses pembebasan di antaranya Desa Purwosari, Desa Bedono, dan Desa Sriwulan. Ketiga desa tersebut menolak jika lahan tambak yang mereka miliki dikategorikan tanah musnah.

“Kalau di tempat kami kalau dinyatakan tanah musnah, saya ya ndak mau. Masalahnya di tempat kami masih produktif. Artinya itu dibuat budi daya bandeng, kerang, sama udang itu dapet,” kata Kades Purwosari, Kecamatan Sayung, Nur Kholis, saat dihubungi melalui telepon, Kamis (24/11/2022).

Seperti diketahui, lahan di sejumlah wilayah Kecamatan Sayung, Demak, terdampak abrasi berpuluh tahun. Sehingga lahan permukiman, pekarangan, dan persawahan sebagian sudah beralih fungsi tambak dan menyatu dengan air laut.

Ia menyebut, selain tanah produktif, masyarakatnya masih membayar pajak tahunan. Ia menyebut sebanyak 130 bidang di Desa Purwosari terdampak tol yang belum proses pembebasan.

“Sementara ini Perpres yang menyatakan tanah musnah itu kan setahun kemarin, sedangkan saat ini Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) juga keluar. Sampai tahun kemarin itu keluar. Dari awal saya menolak kalau itu dinyatakan tanah musnah,” ujar Nur Kholis.

“Kurang lebih 130 bidang yang belum dibebaskan, itu sesi pertama. Sudah dibebaskan itu sesi kedua, kurang lebih ada 30 bidang. Kalau luasannya satu bidangnya di situ kurang lebih 4.500 sampai 5.000 meter luasannya. Cuman yang kena tol itu sekitar ada yang 700 meter, 800 meter, diambil pas tengah per satu bidangnya,” imbuhnya.

Ia bercerita bahwa tiga desa menolak penandatangan tambak sebagai tanah musnah dalam tim investigasi tanah musnah. Tim tersebut meliputi berbagai pihak yaitu BPN, Dinas Pertanian, Dinas Kelautan, Pemkab Demak dan Provinsi, serta Pemdes.

“Semua dari tim tanda tangan, tiga desa yang tidak mau tanda tangan. Saya tidak mau kenapa karena saya kalau menandatangani nanti justru dibuat acuan, nanti tetap saya disalahkan warga. Soalnya yang berbenturan langsung dengan warga kan kita. Waktu itu saya dipaksa (tim yang lain), saya tetap menolak. Kepalanya tim Kepala BPN Demak,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa jarak antara laut dan Desa Purwosari masih sekitar tiga kilometer. Tambak di wilayah desa tersebut masih terpasang waring meski tanggulnya telah hilang.

Terpisah, Kades Bedono, Agus Salim, mengatakan menolak pengkategorian tanah musnah atas lahan warga terdampak abrasi yang kini menjadi tambak di desanya. Ia menyebut masih ada sekitar 113 bidang yang belum dibebaskan.

Ia memaparkan tambak tersebut masih menjadi ladang pencaharian warga sehari-hari. Selain itu warganya juga patuh pajak tiap tahunnya dan memiliki surat tanah, baik Letter C dan sertifikat.

“Bukan pandangan kecil lahan, tambak warga tanpa ada waring ini tidak dimanfaatkan oleh warga, tapi malah nilai manfaatnya lebih besar walaupun tidak ada tanggul-tanggulnya, karena buat budi daya kerang dan juga untuk mata pencaharian hasil harian. Surat-surat yang dipegang masyarakat patuh pajak. Kami menjadi percontohan di Kabupaten Demak. Pionir percontohan karena lunas pajak di awal tahun,” ujar Agus.

Ia menambahkan bahwa pihaknya tidak menolak adanya pembangunan Tol Semarang-Demak, melainkan meminta hak warganya yang terdampak bisa terpenuhi.

Terpisah, Kasi Pengadaan Tanah BPN Demak, Sujadi, mengatakan pihaknya masih melakukan rapat pelaksanaan pengumuman tanah musnah.

“Karena tanah musnah belum diumumkan, dan saat ini masih dirapatkan untuk pelaksanaan pengumumannya,” ujar Sujadi melalui pesan singkat.