Berita  

Tersangka Pencabulan 7 Santri di Banjarnegara Hanya Ketua Yayasan Bukan Pengasuh Ponpes

Avatar photo

Banjarnegara – Kapolres Banjarnegara AKBP Hendri Yulianto SIK, MH memastikan pondok pesantren milik SAW alias JS (32) oknum guru ngaji yang melakukan pencabulan terhadap tujuh santri di Banjarmangu tidak terdaftar di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banjarnegara.

“Setelah dilakukan pengecekan dan klarifikasi dengan Kemenag Banjarnegara bahwa pesantrennya tidak terdaftar di Kemenag,” katanya di Mapolres Banjarnegara, Kamis (1/9/2022).

Ia menegaskan, tersangka pencabulan bukan pengasuh pondok pesantren, tetapi ketua yayasan, sehingga tempat belajar mengajar di lembaga tersebut merupakan sebuah yayasan.

“Jadi bukan pondok pesantren tetapi yayasan di Desa Banjarmangu, di yayasan ini ada proses belajar mengajar ala pesantren, ada santrinya dan ustadnya cuman legalilatasnya belum ada dari Kemenag,” katanya.

Sebelumnya, Polres Banjarnegara telah mengungkap tindak pidana pencabulan sesama jenis terhadap tujuh santri yang dilakukan oknum ketua yayasan pendidikan berinisial SAW Alias JS (32) warga Desa Banjarmangu Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara.

Kapolres Banjarnegara AKBP Hendri Yulianto SIK, MH mengatakan, kejadian terbongkar bermula ketika tersangka pergi ke Aceh karena istri melahirkan.

“Pada saat pergi kemudian kegiatan belajar digantikan guru lain sehingga santri yang pernah mengalami perbuatan cabul cerita kepada guru yang menggantikan,” katanya saat konferensi pers di Mapolres Banjarnegara, Rabu (31/8/2022) kemarin.

Ia mengungkapkan, tersangka mempunyai kelainan seksual, dimana nafsu melihat anak yang kulitnya putih, bersih dan ganteng.

“Tersangka menyuruh santri datang ke rumahnya untuk melakukan perbuatan cabul,” ujar dia.

Ia menuturkan, berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka mengaku telah melakulan pencabulan terhadap santrinya sebanyak tujuh anak.

“Namun yang dilakukan introgasi baru enam anak, ini bisa dikembangkan lagi nantinya pada saat pemeriksaan lanjutan,” bebernya.

Adapun tersangka pasal dikenakan Pasal 82 Ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak dan atau Pasal 292 KUHP.

“Ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara, ditambah 1/3 karena tersangka tenaga pendidik,” pungkasnya.