Mengabarkan Fakta
Indeks

Polri Dihantam Isu Negatif, SETARA: Momentum Ini Dimanfaatkan Eks HTI dan FPI

Jakarta – Ketua SETARA Institute for Democracy and Peace Hendardi menilai pengarahan langsung Presiden Jokowi terhadap 559 pejabat Polri dari unsur Mabes Polri, Polda dan Polres adalah agenda luar biasa yang menggambarkan kegeraman presiden atas kinerja institusi Polri.

“Pengarahan massal seperti ini tampaknya kali pertama terjadi bagi Polri di masa Jokowi. Meskipun geram, Jokowi sesungguhnya masih sangat mempercayai Jenderal Listyo Sigit Prabowo mampu memimpin reformasi Polri,” kata Hendari dalam keterangan persnya, Jumat (14/10).

Ia pun mengkritik, Polri jangan terlena dengan hasil survei kepuasan kinerja yang biasa dipublish.

“Sama seperti banyak kementerian yang menghibur diri dan menghibur atasannya, yakni presiden, dengan menunjukkan kinerja melalui survei-survei kepuasan yang sangat generalis, bias dan tidak purposive kepada ahli yang menguasai isu terkait, institusi Polri juga terjebak dengan prosentase kepercayaan publik yang fluktuatif tanpa lebih dalam mendeteksi persoalan akut dan fundamental yang menuntut penyikapan holistik dan berkelanjutan. Akibatnya, secara terus menerus dan beruntun, berbagai persoalan di tubuh Polri menyeruak ke publik,” kritiknya.

Belum tuntas rentetan kasus yang mencoreng citra Polri seperti kasus pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo, kontroversi konsorsium 303, kegagalan pencegahan potensi kerusahan di Kanjuruhan, kali ini kasus narkoba diduga menjerat petinggi Polri, yakni Irjen Pol Teddy Minahasa.

“Rangkaian peristiwa ini terus merusak kepercayaan publik dan semakin melemahkan kinerja Polri. Bukan hanya daya rusak internal yang mengoyak soliditas anggota dan pimpinan Polri tetapi juga daya rusak bagi publik karena keadilan yang terusik.

“Bahkan, karena peristiwa-peristiwa itu, berbagai kinerja Polri lainnya, juga diragukan profesionalitas dan imparsialitasnya oleh publik. Secara sistematis dan massif gugatan atas kinerja Polri terus bergulir, termasuk kinerja Polri dalam penanganan terorisme,”

“Kelompok seperti eks- HTI dan FPI misalnya, terus menerus mempersoalkan kinerja Polri dan menyebarkan berbagai propaganda yang melemahkan institusi Polri yang saat ini menemukan momentumnya. Belum lagi dugaan perkubuan dalam tubuh Polri yang jika terus dibiarkan akan semakin melemahkan Polri,” jelasnya.

Ia menyarankan tidak ada jalan lain bagi Polri kecuali melakukan percepatan reformasi Polri dengan suatu desain komprehensif, berbasis bukti (evidence based) dan berkelanjutan.

Polri harus solid, profesional, berintegritas dalam menjalankan mandat, sebagaimana pesan Jokowi. Karena jika tidak berbenah, pada akhirnya, kinerja Polri juga akan merusak kinerja Jokowi, karena Jokowi adalah atasan Kapolri.