Perkosa Santriwati, Kiai Gadungan di Semarang Awalnya ‘Makelar’

Avatar photo

SEMARANG – Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Ita ikut memantau kasus pemerkosaan santriwati di ponpes ilegal dengan korban tiga orang. Ternyata pelaku awalnya tipu-tipu berlagak bisa memasukkan calon santriwati ke ponpes di luar kota.
Hal itu diketahui Ita dari laporan perangkat setempat. Ia menjelaskan lokasi yang disebut ponpes itu tidak berizin. Pelaku, BKK (46) atau Muh Anwar disebut sebagai ‘makelar’ untuk memasukkan santri ke ponpes.

“Kaget karena sudah terjadi di tahun 2020. Kalau saya membaca kemudian dari laporan Pak Lurah dan DP3A kan tidak berbentuk, mohon maaf, tidak bentuk pondok pesantren. Tidak ada nama, tidak ada izin, tidak ada legalitas sebagai sebuah pondok,” kata Ita kepada wartawan di Semarang Tengah, Sabtu (9/9/2023).

“Dia itu ngaku-ngaku. Tadinya tidak punya tempat, kemudian jadi kayak ‘makelar’ gitu,” imbuhnya.

Makelar yang dimaksud yaitu menerima titipan calon santri atau santriwati yang ingin menuntun ilmu di pondok pesantren daerah Jawa Timur. Berkaca dari kasus itu, ia mengimbau agar para orang tua memanfaatkan asosiasi atau lembaga resmi jika ingin mencari informasi soal pondok pesantren.

“Saya baca kronologi, dia memfasilitasi orang tua yang mau nitipin anaknya di pondok pesantren di wilayah Malang kalau tidak salah. Dia kan bukan sebagai pengelola, tapi makelar. Jangan sampai orang tua terperdaya bujukan, kalau mau ya cari (soal ponpes), kan ada asosiasi perkumpulan ponpes. Sudah ada lembaga resmi,” jelasnya.

Terkait korban, Ita menyebutkan dari laporan sudah ada konseling ke rumah sakit. Maka ke depan ia berharap ada lagi program untuk antisipasi pelecehan dan juga kekerasan rumah tangga.

Diberitakan sebelumnya, Muh Anwar dibekuk karena memperkosa tiga santriwati yang salah satunya anak di bawah umur. Aksi bejatnya sudah dilakukan sejak 2020 dengan modus memberikan doktrin. Pelaku mengaku kiai tapi ternyata gadungan.

“Dengan menggunakan doktrin-doktrin bahwa seorang anak harus menaati orang tua dan lain-lain akhirnya membuat korban secara terpaksa mengikuti apa yang diinginkan tersangka. Itu semua adanya paksaan maupun tekanan dari pihak tersangka sendiri,” kata Kasat Reskrim Polrestabes Semarang AKBP Donny Lombantoruan di kantornya, Jumat (8/9).

Namun pelaku Muh Anwar berkilah dengan mengatakan tidak ada paksaan. Tapi dia mengakui memberikan iming-iming akan mendampingi korbannya agar mendapat beasiswa kuliah.

“Ya, menjanjikan untuk bisa kuliah, kita bantu tapi tidak sepenuhnya, yang ada program beasiswa biasanya, kalau ada program kita coba membantu prosedurnya. Itu korban itu yang terakhir,” ujar pelaku.

Sementara itu Kepala Kementerian Agama Kota Semarang, Ahmad Farid mengaku kecolongan dengan peristiwa itu. Farid menolak jika lembaga pimpinan BAA itu dikatakan sebagai pondok pesantren. Farid menegaskan bahwa Pondok Hidayatul Hikmah Al Kahfi itu tidak berizin dan tak memiliki kurikulum sebagaimana ponpes.
“Pondok itu belum ada izin, itu ilegal. Kalau dikatakan pondok, saya nggak setuju karena tidak seperti pesantren kurikulumnya,” ucap Farid saat dihubungi, Kamis (7/9).

sumber: detikjateng

 

Polda Jateng, Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Lutfi, Kabidhumas Polda Jateng, Bidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto, Polres Sukoharjo, Kapolres Sukoharjo, Ajun Komisaris Besar Polisi Sigit, Polres Rembang, Kapolres Rembang, Ajun Komisaris Besar Polisi Suryadi, Polres Pati, Kapolresta Pati, Kombes Pol Andhika Bayu Adhittama, Polres Banjarnegara, Polrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, Polres Sragen

Ikuti berita terkini di Google News, klik di sini.