Berita  

Irjen Pol Sisno Adiwinoto Beri 9 Pertimbangan Mengapa Perpres DKN Tidak Diperlukan

Avatar photo

Jakarta – Pengamat Kepolisian Irjen Pol Sisno Adiwinoto menilai Peraturan Presiden tentang Dewan Keamanan Nasional (PERPRES tentang DKN) perlu dibatalan penerbitannya, karena tidak ada urgensi kepentingan dan manfaatnya, Kamis (01/09/2022).

Hal tersebut sudah terlihat dari cukup lamanya proses pembahasan Perpres tentang DKN ini dan banyaknya penolakan dari elemen masyarakat sejak dari awal pembahasannya,dan sudah semestinya bila Polri menolak rencana diterbitkanya Perpres ini.

Adapun hal-hal yang perlu menjadi pertimbangan untuk pembatalan penerbitan Perpres DKN tersebut adalah sebagai berikut :

Pertama

Sangat jelas disebutkan dalam Pasal 30 UUD 1945 bahwa TNI dan Polri sebagai Kekuatan Utama Pertahanan dan Keamanan dengan pelibatan Rakyat sebagai Kekuatan Pendukung .

Kedua

Sudah terbit Undang – Undang Organik yaitu UU yang terbit atas perintah Pasal 30 UUD 1945 tersebut, yaitu :

  1. UU No 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ;
  2. *UU No.3/2002 * tentang Pertahanan Negara ;
  3. .UU No. 34 / 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia ; dan
  4. UU No. 23 / 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN).

UU di atas sudah menjawab bangunan Sishankamrata juga sudah  terbangun sinergitas dan harmonisasi dalam pelaksanaannya, dimana Kekuatan Utama TNI di Bidang Pertahanan dan POLRI di Bidang Keamanan dan Rakyat sebagai Kekuatan Pendukung.

Ketiga

Draft Perpres DKN selain tidak tepat diatur dalam bentuk Peraturan Presiden harus dalam bentuk Undang-Undang, juga akan sangat mengganggu bangunan Sishankamrata yang sudah applicable.

Keempat

Jika latar belakang dibuatnya draft Perpres DKN berkenaan dengan  masalah koordinasi, jawabannya tidak harus diselesaikan dengan menerbitkan (draft) Perpres, melainkan harus dicari penyebab tidak maksimalnya koordinasi yg berjalan selama ini.

Kelima

Kelihatannya Substansi (draft) Perpres DKN tersebut, selain menimbulkan banyak ambiguitas, juga dapat dipastikan  akan menimbulkan masalah hukum dikemudian hari.

Ke-enam

Bahwa Urusan Keamanan Dalam Negeri yang berkaitan erat dengan keamanan dan ketertiban masyarakat saat ini telah menjadi urusan yang diselenggarakan oleh POLRI  sebagai alat negara di bidang keamanan.

Ketujuh

UU No 2/2002 tentang Polri telah menetapkan bahwa Polri memiliki fungsi manajemen kebijakan teknis yang utuh dalam konteks keamanan dalam negeri. Namun kewenangan perumusan dan penetapan kebijakan umum, tidak diberikan kepada Polri melainkan kepada Presiden yang dibantu Kompolnas.

Kedelapan

Dalam menjalankan tugas membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Polri, Kompolnas mengusulkan arah kebijakan strategis Polri yang disusun bersama dengan Polri.

Kesembilan

Jadi dapat disimpulkan bahwa konstruksi pembagian kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan dibidang keamanan dalam negri adalah sebagai berikut:

  1. a) Presiden: menetapkan arah kebijakan Polri (kebijakan umum);
  2. b) Kompolnas: menyusun arah kebijakan Polri dan mengusulkannya kepada Presiden.
  3. c) Polri: menetapkan, menyelenggarakan, dan mengendalikan kebijakan teknis Polri sesuai yang ditetapkan Presiden.

Dengan demikian, apabila DKN yang akan menetapkan kebijakan dan Staf DKN yang akan merumuskan rancangan kebijakan di bidang keamanan nasional yang secara substansi berurusan  dengan urusan pemerintahan di bidang keamanan, maka hal ini jelas bertentangan dengan tugas dan fungsi Polri yang telah diatur dalam UU Polri. Terlebih lagi bidang keamanan nasional yang akan ditangani masih berada dalam wilayah abu-abu (grey area), sehingga Polri sudah memang semestinya keberatan atau menolak Perpres DKN dan tentu apabila dipaksakan dapat mengganggu sistem kelembagaan keamanan dalam negeri yang telah ada.

Maka dengan demikian keberadaan (draft) “Peraturan Presiden tentang Dewan Keamanan Nasional (DKN) tersebut sama sekali tidak ada urgensi dan manfaatnya”, sehingga perlu dihentikan pembahasanya atau dihentikan penerbitannya.