Harga Kedelai Melonjak, Perajin Tahu Tempe di Salatiga Putar Otak

Avatar photo

SALATIGA – Usaha tahu tempe di Kota Salatiga terpuruk akibat tingginya biaya produksi karena kenaikan harga kedelai. Para perajin tahu tempe harus memutar otak untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.  Seperti yang dilakukan seorang perajin tahu tempe di Kalibodri, Kalioso, Kutowinangun Kidul, Tingkir, Kota Salatiga.

Dia harus bekerja ekstra keras dan terus berpikir untuk mencari konsumen.  Salah satu cara yang dilakukan adalah berjualan secara offline dan online.

“Sejak pandemi Covid-19, saya mulai berjualan secara offline dan online. Ini dilakukan agar usaha saya bisa terus berjalan,” katanya, Rabu (9/11/2022).

Dia mengatakan, berjualan secara online merupakan solusi yang tepat dimasa pandemi Covid-19. Sebab saat itu, ruang gerak aktivitas masyarakat terbatas dan perdagangan juga terpuruk sehingga harus kerja keras agar usaha tersebut tidak bangkrut.

“Ternyata jualan secara online lebih menguntungkan karena kita tidak memerlukan biaya ongkos ke pasar dan kita juga menerapkan ongkos kirim,” ujarnya.

Menurutnya, konsumen penjualan online rata-rata dari kalangan pelaku usaha kuliner. Mayoritas yang memesan online adalah para pengusaha di bidang kuliner. Mereka memesan beberapa hari sebelumnya sehingga secara ongkos produksi akan lebih hemat.

“Konsumen online rata-rata sehari sebelumnya sudah pesan dan kami layani dengan baik,” katanya.

Dia memilih berjualan secara online dan offline untuk meningkatkan omzet agar biaya produksi bisa tertutup. Selain itu, dirinya juga terpaksa menaikkan harga jual tahu dari Rp500 menjadi Rp800 per potong. “Sekarang harga kedelai sudan mencapai Rp14.000 per kilogram.

“Itu belum lainnya. Agar dapat untuk, harus pintar mencari peluang untuk meningkatkan omzet,” ujarnya.

Adit berharap pemerintah bisa menurunkan harga kedelai agar usaha tahu tempe tidak bangkrut.

“Tidak ada subsidi kedelai tidak menjadi masalah asalkan harga kedelai bisa kembali diangka maksimal Rp12.500 per kilogram,” katanya.