Banda Aceh – Divisi Humas Polri menggelar Focus Group Discussion (FGD) kontra radikal dengan tema “Terorisme Musuh Kita Bersama” yang diikuti oleh pemuda dan mahasiswa, di Polresta Banda Aceh, Senin, 25 Juli 2022.
Adapun rombongan dari Mabes Polri yang hadir adalah Kasubbag Berita Bagpenum Ro Penmas Divhumas Polri AKBP Gatot Hendro Hartono, Pamin Subbag Berita Bagpenum Ro Penmas Ipda Aulia Jordan Priambada, Banum Bagpenum Ro Penmas Penda I Erni Purwanti, serta Narasumber Nasir Abbas yang juga merupakan mantan teroris.
Wakapolresta Banda Aceh AKBP Satya Yudha Prakasa, saat membuka FGD tersebut mengucapkan selamat dan terima kasih atas kedatangan Tim Penmas Divhumas Polri di Polresta Banda Aceh untuk mensosialisasikan bahaya terorisme.
Ia berharap, peserta yang hadir dalam FGD tersebut dapat menyerap setiap materi yang disampaikan oleh narasumber.
“Nanti tim dari Mabes Polri beserta narasumber akan mensosialisasikan dan membetikan materi tentang terorisme. Silakan didiskusikan untuk menambah pengetahuan tentang radikalisme,” ujar AKBP Satya.
Sementara itu, tim dari Mabes Polri AKBP Gatot Hendro Hartono mengatakan, tujuan FGD tersebut sebagai ajang silaturahmi sekaligus memberikan pemahaman kepada masyarakat bagaimana terorisme mendoktrin pola pikir.
Gatot berharap, FGD tersebut dapat menambah hasanah pengetahuan kita bersama tentang kontra radikal dalam mencegah paham radikalisme dan separatisme, yang saat ini banyak dihembuskan oleh kelompok tertentu melalui berbagai elemen ipoleksosbud dengan tujuan merubah paham seseorang menjadi radikal.
Oleh karena itu, perlu kerja sama dan sinergiaitas semua pihak dalam mencegah paham-paham radikal yang dilarang oleh konstitusi kita.
“Mencegah paham radikal perlu kolaborasi seluruh elemen. Selain Forkopimda, TNI, Polri, juga peran serta dari tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, pemuda, dan para mahasiswa,” ujar Gatot.
Kemudian sebagai narasumber, Nasir Abbas menjelaskan secara detail tentang bahaya paham radikalisme saat ini di Indonesia yang dikemas dengan tema “Apa Itu Terorisme”.
Menurut Nasir, doktrin terorisme di Indonesia lebih cenderung mengeksploitasi targetnya melalui ayat suci Al-Qur’an dan memainkan isu-isu Islam garis keras.
Nasir, yang juga mantan teroris itu berharap, masyarakat Indonesia harus lebih peka terhadap isu-isu atau ajakan terkait radikalisme dan membantu memberikan pemahaman bahwa negeri kita ini negara berazaskan pancasila.
“Mari sama-sama kita beri pahaman kepada masyarakat tentang bahaya radikalisme dan paham-paham yang berseberangan dengan pancasila,” imbau Nasir Abbas.