Duagaan Kasus Kekerasan di PIP Semarang, Korban Masih Mendapatkan Umpatan hingga Caci Maki

Avatar photo

SEMARANG, Jateng Akun YouTube LBH Semarang yang menyiarkan konferensi pers kasus kekerasan PIP Semarang diserbu para alumni sekolah tersebut.

Tribun Jateng mengakses akun tersebut pada Kamis (22/6) pukul 18.45.

Di waktu tersebut, sudah ada 792 komentar dengan jumlah tayangan hingga 8.400 viewer.

Mayoritas komentar berisi testimoni bangganya mereka menjadi alumni dari kampus kedinasan tersebut.

Namun, banyak pula yang memojokan korban kekerasan PIP Semarang, MGG (19) dan keluarganya.

“Saya bangga menjadi bagian dari PIP Semarang, kalo lemah mending ga usah kuliah di sekdin, kuliah saja di ketiak mama,” tulis akun Anggrian Sukamto1605 di akun YouTube LBH Semarang.

“Kami bangga masuk sekolah ring tinju (emot love tiga kali) salah mu kenapa masuk sekolah ring tinju, tidak perlu menangis,” tulis akun user-wt8ulxb2l.

“Karena 1 orang seperti ini, ribuan orang yang sudah sukses disalahkan jadi seakan akan salah masuk kampus,” tulis akun Marchellinuslvan.

Kuasa hukum korban dari LBH Semarang, Ignatius Rhadite mengatakan, akun YouTube LBH Semarang memang komentar yang mengintimidasi.

Hal itu baginya hal biasa, sebagai bagian dari risiko perjuangan untuk mengupayakan perubahan sistem pendidikan sekolah kedinasan yang sistemik.

Baginya, ada upaya besar pasti ada risiko dan konsekuensi yang harus dihadapi.

“Risiko perjuangan, jadi kami tak ambil pusing. Kami lebih khawatir terhadap korban dan keluarganya. Mereka sampai sore ini (Kamis, 22 Juni) masih mendapatkan tekanan,” katanya, Kamis (22/6).

Rhadite menuturkan, tekanan itu berupa chat WhatsApp, SMS, hingga dirrect message (DM) di akun Instagram pribadi korban dan keluarganya.

Korban pun sejauh ini masih mendapatkan kekerasan bersifat psikis berupa umpatan, caci-maki dengan nada menyalahkan.

“Kami meminta korban untuk tidak banyak menggunakan handphone. Nomor mencurigakan diblok, semua pesan terkait kasus itu jangan direspon,” jelasnya.

Jalan lain

Menurut dia, pihaknya kini masih akan berupaya menempuh jalan lain. Di antaranya opsi konteks pidana yang sepertinya akan dilanjutkan kembali.

Kemudian, Rhadite menyebut, pihaknya juga membuat aduan ke lembaga DPR dan Kantor Staf Presiden (KSP). “Kami menggunakan fungsi pengawasan oleh para legislatif,” tuturnya.

Terpisah, ibu korban MGG (19), Yoke mengungkapkan, niatan awal mengungkap kasus itu bertujuan untuk memutus mata rantai kekerasan di sekolah kedinasan tersebut.

Ia berujar, pihaknya sebenarnya tidak mau para pelaku penganiayaan dipenjara.

“Kami sudah mempelajari, ketika para pelaku kekerasan dipenjara, kekerasan tetap terjadi,” bebernya.

Yoke ingin sekolah tersebut melaksanakan aturan terkait dengan antikekerasan yang sudah ada, baik di PIP Semarang maupun di Badan Pengembangan SDM Perhubungan (BPSDMP) Kementerian Perhubungan.

“Aturan sudah lengkap, sehingga stop doktrin mewajarkan kekerasan seperti yang anak kami alami,” tukasnya.

Selain itu, ia mengaku, ancaman terhadap dirinya masih terus terjadi. Kendati demikian, ia tidak takut. Sebab, perbuatanya bukanlah kejahatan. Ia sebagai orangtua hanya ingin menyelamatkan anaknya.

“Kalian bilang anak kami lebay dan cengeng, sebenarnya kalian salah tempat. Jika kalian ingin kekerasan, jangan masuk kuliah ke PIP atau ke STIP, tapi masuk ring tinju,” tandasnya. (aslama)

Sumber: jateng.tribunnews.com

 

Polrestabes Semarang, Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, Kota Semarang, Pemkot Semarang, Polres Sukoharjo, Polres Rembang, Polda Jateng, Jateng, Polres Humbahas, AKBP Hary Ardianto, Polda Sumut, Polres Lamandau, AKBP Bronto Budiyono, Polda Kalteng, PolisiNgajiPolisiNyantri, SeduluranSaklawase