Demam Berdarah di Kabupaten Demak Tercatat Ada 203 Kasus Selama Tahun 2022

Avatar photo

Demak – Kasus penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Demak sudah sampai ratusan kasus, hingga dua orang telah meninggal pada tahun ini.

Mengacu pada data Dinas Kesehatan Kabupaten Demak, Total kasus DBD dalam satu tahun 2022 ini, dari bulan Januari sampai sekarang tercatat ada 203 kasus, tersebar merata di 14 Kecamatan semua wilayah Demak.

Dari ratusan kasus DBD terdiri 103 laki-laki dan 100  perempuan.

Dari kasus itu pun sudah memakan korban yaitu, 1 laki-laki warga Sayung dan 1 perempuan warga Dempet Kabupaten Demak.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Demak Heri Winarno menyampaikan bahwa penyakit di Kabupaten Demak sudah menaun dan merata penyebarannya.

“Kasus DBD tahun ini, sudah 203 kasus sejak Januari sampai sekarang, dan 2 orang meninggal dunia.Penyebaran wilayah hampir merata di Kabupaten Demak ,” kata Heri , Jumat (16/9/2022).

Untuk perawatan kata Heri, hampir merata di puskemas ataupun rumah sakit yang ada di Kabupaten Demak, hingga ada dirawat diluar kota.

Penyakit DBD di Kabupaten Demak lanjutnya, rata-rata menyerang pada anak usia 5-14 tahun.

“Semua rumah sakit merata, sampai ada di rawat di luar Demak. Paling banyak pada usia 5-14 tahun,” ujarnya.

Dia mengatakan di Kabupaten Demak ada beberapa daerah yang harus lebih diwaspadi terkait penyebaran penyakit DBD, seperti daerah sering mengalami rob atau banyak mengalami genangan air.

“Daerah Mragen paling banyak, Wedong  tapi merata semua wilayah puskesmas ada, artinya di semua wilayah kabupaten Demak ada,” tuturnya.

Ia menuturkan bahwa pihaknya selalu melakukan sosialidasi kepada masyarakat sebagai langkah mencegah penyebaran DBD.

Meski telah melakukan sosialisasi pentingnya kewaspadaan DBD, ia menganggap bahwa penyakit ini akan bisa diturunkan bila masyarakat juga memiliki tingkat kesadaaran yang tinggi.

“Menurunkan angka BDB harus secara bersama-sama dengan masyarakat memang penggerakan masyarakat mereka menyadari bahwa pengendalian nyamuknya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) tiga hal selalu kami sosialiasi masyarakat 3 M menutup, menguras, memanfaatkan barang bekas, itu sangat penting disitu,” ucapnya.

Mengajak membasmi PSN secara bersama-sama bukan karena sebab, dia menilai tingkat kesadaran masyarakat pada DBD dinilai masih rendah.

“Bisa dibuktiian dengan angka buah jentiknya saat temen-temen memeriksa jenih nyamuk jadi satu rumah ada beberapa tampungan air di cek bahkan bawah pot banyak jentiknya disitu kadang orang tidak sadar dibawah ada tempat perkembangan nyamuk dan itu saat diberitahun baru sadar,” jelas Heri.

Data dinkes Demak jumlah penderita DBD dari tahun  2014-2022 dinilai tidak stabil peningkatan kasusnya.

Tahun 2014 ada 427 kasus dengan meninggal 11 orang
Tahun 2015 ada 1009 kasus dengan meninggal 25 orang
Tahun 2016 ada 898 kasus dengan meninggal 23 orang
Tahun 2017 ada 138 kasus dengan meninggal 4 orang
Tahun 2018 ada 42 kasus dengan meninggal 1 orang
Tahun 2019 ada 168 kasus dengan meninggal 2  orang
Tahun 2020 ada 107 kasus  tidak ada yang meninggal
Tahun 2021 ada 67 kasus  tidak ada yang meninggal
Tahun 2022 ada 203 kasus dengan 2 orang meninggal.

Dengan melihat perkembangan kasus DBD, ia meminta masyarakat bila merasakan demam yang cukup tinggi untuk segera memeriksakan kepada rumah sakit terdekat.

“Kadang orang meninggal DBD karena terlambat pertolongan jadi mereka sudah periksa di nyatakan demam terus kembali, ataupun tidak cerita seluruhnya karena kadang orang tua tidak bisa menyampaikan secara semuanya apa yang dirasakan anak, panas mulai kapan kadang tidak ngomong, makanya harus ada penangan cepat melalu puskesmas, rumah sakit ataupun dokter,” tegasnya.

Sementara untuk siklus DBD, P2PN Dinkes Demak Tri Handayani menyampaikan biasanya akan terjadi demam cukup tinggi pada hari pertama hingga 3 hari.

Sebelum waktu itupun, menurutnya bisa langsung memeriksakan kepada dokter bila mengalami panas badan cukup tinggi.

“3 hari panas setelah itu hari ke 4-5 panasnya turun setelah itu akan demam naik dan pemulihan kalau tidak ada penyakit lain.

Kalau DBD harus di rumah sakit supaya bisa di pantau, makanya penanganan harus tepat kadang-kadang masyarakat lupa panas-panasnya,” tutupnya.