Taruna Politeknik Pelayaran di Semarang Dihajar 7 Senior, Pandangan Kabur hingga Tulang Hidung Geser

Avatar photo

SEMARANG, Jateng – Seorang taruna sebuah politeknik pelayaran di Kota Semarang, berinisial MGG (19), mengalami kekerasan dari senior dan pembina.

Penganiayaan yang dialami membuat padangan mata korban kabur hingga tulang hidung bergeser. Kekerasan yang tak hanya sekali namun empat kali itu kini telah dilaporkan ke polisi.

“Kasus sudah dilaporkan ke Polda Jawa Tengah,” ucap pendamping hukum korban dari LBH Semarang, Ignatius Radit, di Kota Semarang, Rabu (14/6/2023).

Menurut Radit, MGG dihajar tujuh seniornya dalam kelompok kegiatan kampus bernama Dekor. Kelompok Dekor bertugas mendekorasi sejumlah kegiatan kampus.

Namun, belakangan diketahui, tim Dekor memiliki arti lain di antara para taruna, yakni Dewan Eksekutor. Kelompok tersebut berisi taruna-taruna terpilih dengan kriteria bertubuh paling besar dan tegap.

Radit mengatakan, MGG masuk sebagai anggota.

Meski begitu, menurut Radit, MGG tidak berkenan karena yang bersangkutan tak suka kekerasan dan lebih memilih ekstrakulikuler lain.

“Ternyata, di dalam sekolah kedinasan masih ada praktik kekerasan. Bahkan, dinormalisasi,” ucap Radit.

Korban bisa masuk ke sekolah tersebut lantaran ingin menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

Orangtua korban mendukungnya masuk sekolah kedinasan lantaran merasa yakin praktik kekerasan antar taruna di sekolah tersebut sudah hilang. Apalagi, orangtua korban sempat diyakinkan pihak sekolah bahwa praktik senior menghajar junior sudah hilang.

Korban juga mengajukan berbagai hal ke pihak BPSDM, yakni meminta korban dipindahkan ke Sekolah Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta dengan tujuan lebih mudah pengawasan orangtua.

BPSDM meminta korban kembali ke asrama sedangkan pihak kampus di Semarang meminta korban kembali bersekolah.

“Ternyata, masih sama, korban mendapatkan perundungan karena korban melapor tercium oleh para taruna lain hingga kekerasan yang terjadi tadi malam,” ungkap Radit.

Disamping itu, pihaknya telah melakukan investigasi, ternyata ada tiga korban lain. Satu di antaranya, kini memilih keluar dari sekolah tersebut.

“Taruna yang keluar karena kapok jadi samsak,” tuturnya.

Tuntut Perbaikan Sistem Pendidikan

Ia menuturkan, kasus tersebut bisa saja terus bergulir di ranah hukum bila para senior yang melakukan kekerasan terhadap korban mau membantu membongkar kasus kekerasan di sekolah tersebut.

“Sebaliknya, nanti bisa lanjut (proses hukumnya),” katanya.

Ia menambahkan, proses kasus ini tidak hanya dipidana.

Sebab, jalur pidana tak bakal menyelesaikan masalah.

Hal itu terbukti, di kasus sebelumnya, ada taruna PIP tewas dihajar seniornya tetapi kejadian kekerasan masih jalan sampai sekarang.

Artinya, pembenahan sistem penanganan kekerasan di sekolah masih bersifat hangat-hangat tahi ayam.

“Jadi, hukuman tidak personal saja tetapi struktural. Lembaga harus diubah, sekolah kedinasan mending pindah ke Kemendikbud saja,” imbuhnya.

Ombudsman Terima Laporan

Terpisah, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah Siti Farida mengatakan, pihaknya telah menerima laporan dari LBH Semarang terkait kasus penganiayaan di politeknik kedinasan di Semarang itu.

LBH Semarang melaporkan Kementerian Perhubungan pusat sebagai pemilik lembaga pendidikan tersebut. Sehingga, pelaporan akan dilimpahkan ke Ombudsman di Jakarta.

Dalam laporan itu memohon perbaikan supaya tidak ada kekerasan.

“Regulasi penerbitan dari Kementerian di tingkat pusat, nanti prosesnya dari Ombudsman pusat untuk saran-saran perbaikan,” katanya.

Sementara, belum ada tanggapan dari pihak politeknik yang dimaksud terkait kekerasan dan laporan yang dilakukan satu di antara tarunanya.

Upaya konfirmasi yang disampaikan wartawan belum direspon pihak kampus.

sumber: TribunBanyumas.com

 

Polda Jateng, Jateng, Polrestabes Semarang, Polres Rembang, Polres Sukoharjo, Polres Pati, Polres Batang, Polres Humbahas, Polda Sumut, Kapolres Sukoharjo, AKBP SIGIT, AKBP Hary Ardianto, Polres Banjarnegara