PATI – Ribuan orang yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu (FNB) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, Jumat (13/1/2023).
Mereka berdemonstrasi dengan agenda utama menyuarakan penolakan terhadap penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pascaproduksi 10 persen.
Mereka membentangkan poster dan spanduk protes yang antara lain bertuliskan “PNBP 10 persen, Nelayan Modar”, “PNBP 10 % No, 3 % Yes”, dan “KKP Pemeras Nelayan”.
“Dulu kami dikenakan (pungutan) praproduksi, tapi mulai Januari 2023 ini berlaku pascaproduksi. Dipatok untuk kapal 60 GT (Gross Tonnage) ke atas sebesar 10 persen. Itu sangat berat sekali jika dijalankan saat ini. Nelayan bergejolak karena semua alat tangkap terdampak,” ungkap koordinator aksi, Hadi Sutrisno.
Dalam surat pemberitahuan aksi, FNB meminta agar Pemerintah tidak memberlakukan dahulu dan merevisi Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 2021 terkait Paska Produksi agar tidak lebih dari 5 persen.
Selain menyoal ketentuan terbaru mengenai PNBP, nelayan juga menyuarakan sejumlah tuntutan lain.
“Kami meminta agar pemerintah tidak membuat kebijakan baru yang memberatkan para nelayan. Kapal nelayan saat ini produktivitasnya menurun. Hanya beberapa kapal yang bisa menutup biaya perbekalan. Apabila diterapkan sistem pascaproduksi dengan indeks 10 persen, membuat kami tidak lagi mampu beroperasi,” ungkap Hadi.
Dia menuturkan, pihaknya menunggu kebijakan adaptif dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk memberi keringanan pada pelaku usaha perikanan tangkap.
Hadi menuturkan, nelayan juga meminta tambahan WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) 713 dengan alasan wilayah tersebut sudah lama mejadi Daerah Tangkapan nelayan Pantura secara turun-temurun.
“Kami meminta agar pelaku usaha perikanan tangkap tetap diberikan dua WPP yang berdampingan sesuai dengan PP Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perijinan Berusaha. Di situ tertera bahwa untuk Daerah Penangkapan Ikan diberikan satu atau dua WPP NRI yang berdampingan,” ujar dia.
Hadi menambahkan, dengan kondisi runyam saat ini, kapal dengan sistem bagi hasil saat ini tidak mampu memberi upah layak terhadap Anak Buah Kapal (ABK). Namun, nelayan tetap berupaya melaut karena tidak ada alternatif lain untuk mencari nafkah.
Saat menemui para demonstran, Ketua DPRD Pati Ali Badrudin berjanji setelah ini akan langsung bersurat dengan pemerintah pusat untuk meneruskan aspirasi para nelayan Pati.
“Terus semangat berjuang, jangan tanggung-tanggung. Berjuang terus sampai berhasil, yang penting tetap jaga kondusivitas,” ungkap Ali di hadapan para pendemo.
Di hadapan pendemo, Penjabat (Pj) Bupati Pati Henggar Budi Anggoro mengatakan, pada 6 Januari lalu pihaknya juga sudah berdiskusi dengan para nelayan. Kemudian keesokan harinya ia langsung membuat surat dukungan
“Saya sudah buat presiden pada Presiden, saya tembuskan pada Menteri Kelautan, Sekretaris Kabinet, dan Gubernur Jawa Tengah. Semua sudah saya tembusi. Itulah yang kita suarakan. Usulan saya adalah agar PP itu (PP 85 tahun 2021) ditunda dulu pemberlakuannya sebelum ada revisi,” tandas dia sambil menunjukkan surat yang ia maksud.
Sebelum membubarkan diri, massa demonstrasi menitipkan bantuan logistik untuk para korban banjir kepada Pj Bupati Pati.