BANJARNEGARA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menggelar pameran industri kecil menengah (IKM) di Mall Kota Kasablanka (Kokas) Jakarta Selatan, 9-11 Desember 2022. Salah satu peserta yang turut berpartisipasi adalah Johan Irawan, pemilik Sari Tela Utama.
Johan menjelaskan, IKM miliknya memproduksi gula (modified cassava flour) atau tepung berbahan dasar singkong. Namun, untuk pameran kali ini, Johan hanya membawa sampel produk gula berbahan dasar singkong.
Johan menceritakan proses pembuatan gula singkong sangat mudah. Untuk membuat gula singkong hanya membutuhkan katalis enzim dengan perbandingan 1:3. Setelah mengalami pencairan, kemudian proses selanjutnya dididihkan untuk membunuh enzim alfa milase.
“Satu kilo tapioka, 3 liter air. Kemudian direbus maksimal 80 derajat pakai enzim alfa milase, nanti akan mencair,” kata Johan, Minggu (11/12/2022).
Proses berikutnya penurunan suhu hingga 60 derajat. Setelah itu, adonan diberikan enzim kembali untuk menghasilkan gula. Proses ini, kata Johan, dilakukan tanpa proses kimiawi sebab hal itu akan menyebabkan gagalnya produki gula singkong. Termasuk apabila bahan baku terkontaminasi, maka dipastikan proses pembuatan gula singkong juga akan gagal.
Johan menceritakan, dirinya mendirikan pabrik gula singkong sejak 2016 silam. Saat itu, produksinya masih skala rumahan. Kemudian, setelah tahun 2020, pabriknya mulai besar dengan skala produksi hingga 20-25 ton per bulan. “Kapasitas pabrik 20-25 ton per bulan,” kata Johan.
Namun, ketika produksi besar-besaran tersebut dimulai malah justru produknya sempat tidak terjual selama satu tahun. Hal itu dikarenakan produknya belum terlalu dikenal orang banyak.
Ide gula singkong sendiri bermula ketika dirinya mengajar produk kreatif kewirausahaan (PKK) di SMK Darunnajah Banjarmangu. Saat itu, ia dituntut untuk lebih kreatif dengan menggunakan bahan baku yang ada di sekitarnya, dan tidak perlu membelinya di toko.
Johan sendiri sempat divonis memiliki potensi terkena diabetes. Di samping itu, ia merasa prihatin dengan jeritan para petani singkong. Pasalnya, harga singkong hanya Rp300-700 per kilo gram. “Sekarang sudah mencapai Rp1.700 per kilo, berarti sudah di atas Break Even Point (BEP), BEP itu Rp1.200,” kata dia.
Sadar dengan potensi di sekitar, Johan kemudian belajar dari YouTube tentang pembuatan gula singkong. Selain itu, ia juga sempat belajar di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Untuk penjualan, selain membuka reseler, dirinya juga menjual langsung ke pabrik pembuatan roti. Ia biasanya menjual gula singkong berdasarkan pesanan. Per bulan, rata-rata Johan bisa menjual 3-5 ton gula singkong.
“Untuk saat ini paling banyak baru 5 ton, total lho ya. Itu biasanya ketika bulan Ramadhan, tahun baru, biasanya begitu,” kata dia.
Gula singkong buatan Johan terdiri dari dua grade, yaitu A dan B. Untuk grade A, kualitasnya lebih baik dengan warna jernih dan tingkat kemanisan yang pas. “Grade A, kalau curah 1 jerigen itu 30 kilo gram Rp525 ribu. Berarti Rp17,500 per kilo,” kata dia.
Untuk grade B warnanya sedikit kuning, dan tingkat kemanisan yang lebih rendah, serta harga yang lebih murah. Per liternya dijual dengan harga Rp15.000.
Johan mengaku, gula singkong memiliki banyak manfaat. Salah satunya, gula ini aman untuk penderita diabetes. “Ini kan sudah tanpa efek samping. Meski begitu kan nggak boleh jor-joran,” kata dia.
Dia menuturkan, produk buatannya tersebut sudah dilirik Amerika Serikat. Saat ini, pihak Amerika Serikat baru tahap pengujian. “Jadi ada pengusaha Amerika Serikat ke rumah, HACCP-nya belum ada. Tapi kalau kualitas ekspor OK,” kata dia.