Jakarta – Dunia barusan dilanda krisis kesehatan berupa pandemi Covid-19 yang sangat berdampak terhadap perekonomian global. Pandemi Covid-19 telah memakan korban sebanyak 491 juta kasus dengan korban meninggal sebesar 6,51 juta jiwa secara global. Dampak dari pandemi Covid-19 disektor perekonomian sangat berdampak pada harga minyak dunia. Dimana harga minyak dunia sempat mengalami penurunan pada tahun 2019 sementara ditahun 2020 harga minyak dunia naik secara perlahan. Pada tahun 2021 mengalami kenaikan yang signifikan dimana kenaikan minyak dunia mencapai 69.5%.
Memasuki awal tahun 2022 ini, Harga minyak dunia terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Kenaikan ini disebabkan pertumbuhan ekonomi global pasca pandemi Covid-19 yang mengalami kemajuan, dan masih mengalami pengetatan penambahan produksi. Hal ini bisa berdampak pada ketidakpastian ekonomi secara global. Data konsumsi minyak dunia pada tahun 2020 hanya 88,5 juta barrel tiap harinya, sedangkan tahun 2021 konsumsi minyak dunia sebesar 96,2 juta barrel perhari. Sementara itu pada tahun 2022 konsumsi minyak dunia diprediksi mencapai 99,53 juta BOPD.
Dilain sisi posisi Indonesia sebagai negara importir minyak mentah pasti ikut terpengaruh dengan kenaikan harga minyak dunia. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan impor minyak mentah dan LPG diatas 65% dan kondisi produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan nasional. Dimana produksi saat ini berkisar 670 ribu BOPD dengan angka konsumsi nasional mencapai 1,3 Juta BOPD. Data pertamina menyebutkan per 27 Maret 2022, stok pertalite secara nasional adalah 1,16 Juta Kilo Liter (Kl) sehingga bisa bertahan hingga 15,7 hari kedepan. Situasi dilapangan banyak masyarakat mengeluh lantaran ketersediaan BBM jenis pertalite sangat terbatas. Keterbatasan BBM jenis pertalite ini sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat lantaran konsumsi BBM jenis pertalite sangat tinggi dengan kisaran 76 %
Kebijakan pemerintah untuk menaikan harga pertamax dan LPG yang tadinya harga pertamax perliter berkisar dari Rp. 9.000,00 – 9.400,00 menjadi Rp. 12.500,00 – 13.000,00 yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022. Sementara LPG non subsidi mengalami kenaikan sejak desember 2021 dan awal februari 2022 dengan harga jual sekarang sebesar Rp. 15.500,00 dari harga semula Rp.13.500,00. Kenaikan harga BBM dan LPG ini akan mempengaruhi perekonomian nasional dan menyebabkan kenaikan harga produk lainnya yang akan semakin menambah penderitaan rakyat yang pendapatannya belum pulih akibat pandemi Covid-19.
Sebelum kenaikan harga BBM dan LPG, rakyat Indonesia diperhadapkan dengan kenaikan harga beberapa komoditas pangan dan kelangkaan minyak goreng. Kenaikan beberapa komoditas pangan dan kelangkaan minyak goreng tidak bisa dipisahkan dari lambatnya pemerintah dalam mengantisipasi situasi global dan ketersediaan stok produksi dalam negeri. Beberapa alasan pemerintah mengenai kelangkaan minyak goreng dan kenaikan harga pangan yang lain tidak terlepas dari ketergantungan terhadap impor dan minimnya peningkatan produksi dalam negeri.
Selain itu pemerintah juga menaikan PPn yang awalnya 10 % menjadi 11 %. Kenaikan PPN ini juga akan berdampak signifikan dirasakan oleh masyarakat sebagai konsumen atas barang yang dikonsumsi. Dimana salah satu karakteristik PPn adalah pajak yang bersifat tidak langsung dikenakan kepada masyarakat tetapi kepada barang atau jasa yang dikonsumsi. Artinya kenaikan PPn ini menjadi tanggung jawab konsumen bukan pedagang atau produsen yang disebabkan oleh sifat pengenaan pajaknya atas obyek barang yang dibeli bukan subyek.
Kenaikan PPn yang bersamaan dengan kenaikan harga komoditas pangan, BBM dan LPG ditengah kondisi perekonomian rakyat belum pulih maka kami melihat beberapa kebijakan ini jauh dari nilai keadilan bagi rakyat dan kurangnya sense of crisis dari pemerintah. Oleh karena itu, Kami atas nama kelompok organisasi Cipayung Plus menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menolak kenaikan harga pangan, BBM, LPG dan PPn karena semakin menyengsarakan rakyat dan tidak memenuhi rasa keadilan ditengah pendapatan rakyat belum pulih akibat pandemi Covid-19
2. Mendorong agar pemerintah segera mempercepat swasembada pangan serta dan kedaulatan energi nasional
3. Mendorong presiden untuk mengevaluasi Kabinet yang berhubungan dengan kenaikan harga pangan, LPJ, BBM dan PPn.