Polda Jateng Efektifkan Tilang Elektronik Dilengkapi Tilang Manual

Avatar photo

SEMARANG – Tilang manual diterapkan lagi mulai Januari 2023. Polri memberlakukan tilang manual beriringan dengan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) alias Tilang Elektronik.

Ada beberapa sasaran tilang (tilang manual) antara lain pemotor tidak mengenakan helm, melawan arah, knalpot brong, kendaraan tanpa plat nomor atau plat nomor palsu, pengendara bawah umur, dan truk Over Dimension Over Loading (ODOL).

Beberapa hari lalu, Ditlantas Polda Jateng Kombes Agus Suryo Nugroho mengatakan, tilang manual diprioritaskan terhadap pelanggaran yang tidak dapat dijangkau menggunakan ETLE atau tilang elektronik.

Antara lain pelanggaran kelebihan muatan atau ODOL, pelanggaran surat menyurat seperti SIM, termasuk pelanggaran potensi menimbulkan kecelakaan.

“Tiang manual sudah mulai Januari ini,” ujar Dirlantas Polda Jateng, Kombes Pol Agus Suryo.

Kombes Agus Suryo menegaskan, meski tilang manual diberlakukan lagi, tilang elektronik tetap jadi prioritas.

Artinya, tilang elektronik lebih diintensifkan dibandingkan tilang manual. Sebab, tilang elektronik mendapatkan dukungan luar biasa dari masyarakat. Hasil survei pihaknya, 65 persen masyarakat mendukung tilang elektronik.

Namun demikian, menurut Agus Suryo, sejak diberlakukan tilang elektronik, kepatuhan masyarakat di daerah terhadap ketertiban berlalulintas, jadi berkurang.

“Persentasenya, tilang elektronik 80 persen dan tilang manual 20 persen,” terangnya.

Kasatlantas Polres Demak AKP Gargarin Friyandi mengatakan penerapan tilang manual lebih baik, lantaran masih banyak menemukan pengendara lalu lintas yang melakukan pelenggaran seperti, ODOL, kendaraan tanpa plat nomor, melawan arah, dan lainnya.

Menurutnya pelanggaran tersebut kerap tidak tercover oleh tilang Elektronik (ETLE). Jika pelanggaran semacam itu dibiarkan bisa sangat membahayakan pengendara lain.

Sembari memberlakukan tilang manual lanjutnya, pihaknya juga tetap menerapkan tilang Eletkronik.

“Kami lakukan penilangan secara manual, selebihnya penilangan elektronik tetap kami lakukan juga untuk pelanggaran kasatmata,” kata Kasatlantas Polres Demak, Minggu (15/1/2023).

“Tidak ada perbedaan tilang manual dan tilang elektronik itu hanya cara saja. Namanya tilang tetap satu penilangan untuk mengurangi pelanggaran,” ungkapnya.

AKP Gargarin minta kepada jajarannya agar tidak menerima uang damai ketika melakukan penilangan.

“Sudah kami intruksikan seluruh anggota tidak ada lagi berani coba membantu, maupun tetangganya memang salah langsung tilang nanti silahkan kur tilang kemudian bayar sidang, atau lewat briva bayar denda sudah sah,” ungkapnya.

Mencegah Pungli

Menurut penilaian komunitas motor, tilang elektronik maupun tilang manual ada sisi positif dan negatifnya.

Meski tilang elektronik membuat perilaku pengendara jadi seenaknya sendiri, tapi hal itu masih lebih efektif. “Tilang elektronik tetap ada celahnya.

Tapi menurut saya di era serba digital ini, itu tetap diperlukan. Karena tidak akan membuat masyarakat merasa dibeda-bedakan,” tutur Arta, anggota komunitas Vespa Semarang.

Sebab menurutnya, tilang manual hanya berlaku pada orang-orang biasa, yang tak memiliki kenalan pejabat atau orang kepolisian.

Beda kasus apabila yang ditilang adalah saudara atau anak komandan polisi. “Fakta di lapangan seperti itu. Ngaku saudaranya siapa anaknya siapa. Bisa lolos. Maka saya harap tilang elektronik bisa diperbanyak dan diperketat lagi,” jelasnya.

Tak hanya itu, tilang elektronik mampu mencegah adanya pungutan liar (pungli). Sehingga denda tilang benar-benar masuk ke kas negara.

“Tilang elektronik itu juga ada celahnya. Kalau motor atau mobil rental dipakai orang. Pasti yang kena denda pemilik kendaraan. Kalau kita tidak suka sama orang lalu sengaja melanggar lalu lintas, kan yang kena denda bukan pengemudinya,” terangnya.

Menurut Arta, masyarakat harus diedukasi bagaimana menggunakan kendaraan yang baik dan benar.

Terutama dalam menaati rambu-rambu lalu lintas. Jangan ingin tertib hanya karena takut pada polisi.

“Banyak orang yang berpikir tertib lalu lintas itu karena takut diawasi polisi. Harusnya pemikiran itu diubah. Taat lalu lintas untuk keselamatan bersama. Tapi itu butuh edukasi yang panjang agar etika berkendaranya ada,” bebernya.

Arta meminta kepada pihak yang berwenang untuk melakukan edukasi lalu lintas kepada masyarakat.

Bisa dimulai dari SMP hingga jenjang universitas. Sebab, menurutnya masih banyak yang tidak tahu rambu-rambu lalu lintas.

“Edukasi ini harus dilakukan secara masif dan berkelanjutan. Jangan hanya sifatnya sementara saja. Kalau etika tidak ada, mau ada tilang elektronik atau manual ya tetap ada saja pelanggaran lalu lintas,” tambahnya.

Pihaknya bersama anggota komunitas lain lebih sepakat tilang elektronik dikombinasi dengan tilang manual.

Namun dengan catatan tidak ada oknum polisi yang bermain.

“Kalau anggota komunitas itu lebih tahu keselamatan berkendara. Meskipun kadang kelengkapan kendaraan vespa itu ada kurangnya juga. Tapi terus saya edukasi supaya bisa jadi contoh pengendara lain. Spion itu fungsinya banyak, tapi kadang disepelekan,” kata Arta.

Dirinya juga ingin pemerintah lebih ketat lagi dalam mengeluarkan SIM. Jangan ada calo-calo yang bisa membantu membuatkan SIM tanpa perlu tes. Sebab, pemegang SIM perlu tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di jalan.

“Punya SIM ya harus tahu di jalan raya itu seperti apa. Termasuk uji KIR itu diperketat lagi. Agar tidak ada kendaraan ODOL,” harapnya.

Gagal Uji SIM

Berawal saat terjaring razia kelengkapan kendaraan, membuat Rozi akhirnya memutuskan untuk membuat SIM.

Namun demikian dia gagal dalam ujian praktik. Dia menyadari pentingnya SIM karena sebagai legalitas yang menunjukkan bahwa seseorang layak mengemudikan kendaraan di jalan.

“Sebelum kena tilang, saya pernah coba membuat SIM tapi gagal. Saat itu gagal karena ujian praktiknya tidak lolos. Padahal saya sudah ditawari oleh calo untuk membuat SIM. Tapi saya tak mau karena itu tindakan curang,” jelasnya.

Kesal karena sudah gagal mendapatkan SIM, Rozi memutuskan untuk mencoba membuat SIM lagi beberapa bulan kemudian. Hasilnya sama saja, dia tidak lolos karena hasil ujian praktiknya kurang memenuhi standar yang ditentukan.

“Ya sudah, saya pikir tidak perlu SIM lagi asal tidak melanggar lalu lintas di jalan. Eh kok nggak lama setelah itu saya kena tilang karena ada operasi,” ujarnya.

Setelah itu Rozi terpaksa harus mengikuti sidang untuk mengambil barang bukti tilang berupa STNK motornya. Ia merasa capek saat sidang karena harus antre lama dan membayar denda.

“Benar-benar pengalaman yang tidak enak. Akhirnya saya coba lagi tapi pakai jalan pintas saja. Kebetulan teman saya mengenalkan seseorang yang bisa membuat SIM tanpa tes. Meskipun lebih mahal biayanya, yang penting saya punya SIM,” tuturnya.

Berbeda dengan Rozi. Lukman lebih memilih membuat SIM sejak usianya menginjak 18 tahun. Dirinya sadar sebelum mengendarai motor di jalan umum perlu kelengkapan surat-surat agar aman.

“Karena orangtua waktu itu juga ingin saya bikin SIM dulu baru boleh pakai motor. Kalau tidak punya ya tidak boleh jauh-jauh perginya,” ucapnya.

Sebelum membuat SIM, Lukman sudah mempelajari bagaimana cara agar lolos ujian SIM. Benar saja, satu kali percobaan dirinya lolos untuk mendapatkan SIM.

“Alhamdulillah langsung bisa lolos. Sebelum itu saya belajar dulu. Banyak tanya ke teman yang sudah punya SIM. Memang kebanyakan pakai calo. Tapi ada juga yang lolos murni tanpa bantuan siapapun,” terangnya.

Hingga saat ini pun Lukman tidak pernah terkena tilang polisi. Dirinya saat ada razia juga lebih percaya diri karena merasa memiliki surat lengkap.

“Apa enaknya naik kendaraan tidak punya SIM dan STNK. Lebih baik begini. Toh juga demi kebaikan bersama,” pungkasnya.

 

#Polrestabes Semarang, #Polres Rembang, #Polres Demak, #Polres Pati, #Polres Banjarnegara, #Polres Semarang, #Polres Pangandaran, #Polres Mempawah, #Pemkab Banjarnegara, #Kabupaten Banjarnegara, #Banjarnegara, #Polda Jateng, #Polda Kalbar, #Polda Jabar, #Hendri Yulianto, #Budi Adhy Buono, #Irwan Anwar, #Dandy Ario Yustiawan, #Kapolres Sintang, #AKBP Tommy Ferdian