Berita  

Penyuluh KUA Imam Hambali yang Bikin Para Preman Insaf di Banjarnegara

Avatar photo

BANJARNEGARA, Jateng – Stereotip terhadap preman selama ini sudah terlanjur mengakar.

Berbagai stigma kerap disematkan ke mereka, mulai hobi minum minuman keras, judi, maupun perangai buruk lainnya.

Padahal, seperti umumnya manusia, di balik kekurangannya, mereka tetap ada sisi baiknya.

Keyakinan ini yang membuat Imam Hambali, ustaz sekaligus Penyuluh Agama KUA Mandiraja tak segan mendekati komunitas itu.

Tentunya tak asal bergaul. Imam punya misi untuk mengajarkan agama.

Namun Imam punya strategi khusus untuk mendakwahi mereka.

Saat bertemu pertama kalinya, Imam tak langsung menghujani mereka dengan dalil-dalil agama.

Ia berusaha menjalin keakraban hingga kedatangannya diterima.

Setelah ia diterima, perlahan ia menyisipkan nilai-nilai agama dalam kata-katanya.

“Saya datangi langsung tempat nongkrong mereka. Awalnya sempat takut nanti saya diapa-apain, tapi ternyata sambutannya baik, ” katanya

Berdakwah di lingkungan preman tentu tantangannya beda. Pendekatannya juga tak sama. Wajar jarang ustaz yang mau melakukannya.

Dengan cara dakwah yang berbeda, Imam sudah siap dengan segala risikonya. Karena sering bergaul dengan preman, bisa saja oleh masyarakat ia dicap sama. Namun ia tak menggubrisnya.

Nyatanya, dengan pendekatannya yang lembut, banyak preman yang insaf karenanya.

Imam melihat preman dari sisi positifnya. Bahkan, ia mengagumi beberapa sifat preman yang tidak mesti dimiliki umat Islam pada umumnya.

Meski garang di hadapan sesama, ia melihat preman selalu merasa rendah di hadapan Tuhan. Mereka merasa diri sebagai seorang pendosa.

Mereka suka mengakui banyak salah di dunia. Mereka merasa diri kotor dan hina.

Hanya yang disayangkan, rasa tawadu itu tidak diimbangi dengan upaya menjalankan syariat Islam secara sempurna.

“Saya terinspirasi cerita Malik bin Dinar (sufi). Pendosa tawadu’nya luar biasa, namun perlu ada yang membimbing, “katanya

Tak hanya itu, komunitas preman dinilainya punya kekuatan organisasi yang kuat. Mereka selalu solid dan kompak.

Mereka juga sangat ringan mengeluarkan hartanya untuk membantu sesama.

Bantu Pembangunan TPQ

Imam sudah membuktikannya. Tahun 2014, saat pihaknya kesulitan mencari donatur untuk pembangunan Taman Pendidikan Al Quran (TPQ), justru para preman yang sigap menolongnya.

Suatu ketika, saat pihaknya butuh modal untuk pembangunan, beberapa orang datang menghampirinya. Penampilannya khas preman dengan rambut semiran serta celana yang tak menutupi lutut.

Bukan bermaksud jahat, mereka justru datang menawarkan kebaikan.

Mereka ingin membantu pembangunan TPQ senilai Rp 25 juta.

“Mereka bantu Rp 25 juta, ” katanya, Sabtu (17/4/2021)

Dana itu ternyata hasil patungan komunitas mereka sesama preman. Meski sempat ada yang khawatir uang itu adalah uang haram.

Namun para preman itu meyakinkan, uang yang mereka kumpulkan untuk menyumbang pendirian TPQ adalah hasil keringat mereka sendiri atau bekerja, bukan dari jalan maksiat.

“Mereka meyakinkan, ini uang hasil kerja, bukan dari hasil minuman, ” katanya

Imam menerima sumbangan itu dengan senang hati. Ia bahkan merangkul mereka untuk ikut terlibat dalam pembangunan TPQ.

Bukan hanya menyumbang dana, mereka juga bersemangat gotong royong membangun TPQ, melebur dengan warga lain.

Mereka, kata Imam, menyadari kehidupannya yang selama ini jauh dari syariat Islam. Karena itu, mereka ingin sekali bersedekah untuk pembangunan TPQ.

Dengan cara itu, mereka berharap akan mendapat pertolongan dari Allah di akhirat nanti.

“Dia bilang, saya memang tidak sembahyang. Tapi siapa tahu dengan jalan ini, saya akan dapat pertolongan di alam akhirat, ” katanya

Kelompok preman sumbang TPQ

Kelompok berpenampilan preman menyumbang pembangunan TPQ di Desa Mandiraja Kulon, Banjarnegara
Taubatnya Anak Punk

Santo, salah satu anak punk di Mandiraja Banjarnegara merasa beruntung dibimbing Imam Hambali menuju jalan pertaubatan.

Ia sempat merasakan hidupnya hancur. Ketergantungannya terhadap obat-obatan terlarang bukan hanya merusak mentalnya.

Fisiknya pun hancur. Ia bahkan sempat dilarikan ke rumah sakit dengan gejala liver.

Itu karena ia kebanyakan minum minuman keras dan mengonsumsi pil koplo.
Psikisnya juga terganggu hingga dilanda kecemasan akut.

“Saya tiap kali mendengar ada yang sakit atau meninggal, saya sangat cemas dan ketakutan, ” katanya

Pria penuh taro itu merasa bersyukur masih diberi kesempatan hidup yang kedua.

Sementara di luar sana banyak orang over dosis berujung meregang nyawa.

Santo merasa butuh sosok seperti Imam Hambali yang sabar membimbingnya.

Ia mengungkapkan, sebenarnya banyak temannya sesama anak punk atau preman yang ingin kembali ke jalan yang benar.

Sayangnya, jarang sekali ustaz atau ahli agama yang mendekati komunitasnya.

Sehingga orang sepertinya semakin jauh dari agama karena tiada orang yang membina.

Karenanya ia senang ada sosok seperti ustaz Imam Hambali yang mau istikamah mendampinginya.

“Kami sangat senang kalau ada yang mau menuntun sebenarnya, ” katanya

Meski sudah menyatakan insaf, orang sepertinya mudah kembali tergelincir ke sedia kala.

Apalagi jika tidak ada pembimbing atau lingkungan yang mendukung perubahannya.

Meski telah insaf, stigma yang terlanjur melekat nyatanya masih sulit dihilangkan.

Ia merasa kurang diterima masyarakat yang suka menghakimi orang hanya dari sisi penampilan.

Ini seakan menjawab mengapa banyak orang insaf mudah kembali ke dunia hitam.

Santo sendiri mengaku sulit mencari pekerjaan karena stigma yang susah hilang.

Ia terpaksa masih menekuni pekerjaan di terminal sembari menunggu ada pekerjaan lain yang lebih layak.

“Sebenarnya sudah mau keluar dari terminal. Tapi cari pekerjaan di luar itu sulit. Terpaksa masih bertahan, ” katanya

sumber: TribunBanyumas.com

 

Polda Jateng, Jateng, Polrestabes Semarang, Polres Rembang, Polres Sukoharjo, Polres Pati, Polres Batang, Polres Humbahas, Polda Sumut, Kapolres Sukoharjo, AKBP SIGIT, AKBP Hary Ardianto, Polres Banjarnegara