REMBANG – Ribuan massa membanjiri Jalan dr. Wahidin, Pati, Jawa Tengah. Para nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap itu menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran menolak penerapan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pasca Produksi sebesar 10 % di depan kantor Bupati dan DPRD Pati, Jum’at (13/1/2023).
Tarif itu dikenakan bagi kapal tangkap ikan seperti yang diatur dalam PP Nomor 85/2021 yang diterapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Mereka yang yang berunjuk rasa mati-matian memprotes kebijakan pemerintah tersebut tergabung dalam Asosiasi Nelayan Juwana-Pati, diantaranya dari Front Nelayan Bersatu (FNB), paguyuban Mina Santosa dan Mina Santosa Jaya dan Barisan Muda Nelayan (BMN) Juwana.
Dari pantauan awak media, massa bergerak menuju lokasi demo dengan konvoi sepeda motor dan roda empat dari pelabuhan Juwana menuju lokasi.
Pengunjuk rasa mengusung berbagai poster bertuliskan “PNBP melejit, rakyat menjerit, rasanya lebih sakit daripada kena Covid, hidup makin sulit,”, ” Tidak ada nelayan, tidak makan ikan, bangsa yang besar jangan dibodohkan dengan peraturan,”. Ada juga poster bertuliskan,”Turunkan Menteri Trenggono,”.
Mereka menyerukan yel-yel,” lawan, lawan, lawan penindasan, lawan penindasan sekarang juga,”. Yel yang menggambarkan keresahan nelayan karena beberapa ketetapan di PP No 85 Tahun 2021.
“Dengarkan Bapak Jokowi, Bapak Menteri, supaya intinya ada realisasi atau revisi, supaya bagaimana cara bagaimana membuat kebijakan,” ucap salah satu orator dalam aksi.
” Kami di sini semua mengharapkan adanya perubahan peraturan yang lebih manusiawi, itu nggih! Peraturan yang lebih manusiawi, peraturan yang lebih mengedepankan partisipasi masyarakat,” orator lainnya bergantian.
Ketua Koordinator lapangan, yang juga koordinator Front Nelayan Bersatu (FNB) Juwana, Hadi Sutrisno mengatakan ada beberapa kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada nelayan. Pertama soal PNBP atas kapal ikan sebesar 10 persen. Angka tersebut kata Hadi memberatkan nelayan di Pati.
“Kebijakan tentang PP nomor 85 tahun 2001 tentang jenis dan tarif pungutan negara bukan pajak (PNBP) karena itu dikenakan pra produksi namun untuk Januari 2023 hari ini sudah berlaku pasca produksi di mana PP 85 pascaproduksi dipatok 60 GT ke atas dipatok 10 persen dan itu berat sekali. Itu diterapkan dijalankan gejolak nelayan pun bangkit kembali, semua alat tangkap akan berdampak dengan peraturan ini,” ucap Hadi kepada wartawan di lokasi.
Kedua kata dia tentang soal kebijakan aplikasi penangkapan ikan terukur. Menurutnya sumber daya manusia nelayan rendah dan belum mampu melaksanakan proses penangkapan ikan secara elektronik
“Kedua nelayan masa sulit kebijakan baru, khususnya penangkapan alat terukur, dimana kebijakan itu kalau diaplikasikan harusnya mudah itu sulit. Nahkoda belum bisa memproses elektronik penangkapan ikan terukur, aplikasi lewat hp. Kemarin saja manual belum bisa dijalankan. Nah ini nelayan dipaksakan harus bisa kebijakan itu secara teknologi SDM nya kurang, kurang pas,” ujar Hadi.
Selanjutnya kata dia tentang wilayah pengelolaan perikanan atau WPP. Nelayan meminta kepada pemerintah agar memberikan wilayah WPP 713 ke nelayan asal Juwana, Pati.
“Ketiga adanya peraturan menteri soal pembatasan wilayah penangkapan ikan, dimana kapal jaring berkantong dulu wilayahnya 712,713 makanya saya minta wilayah tangkap 713 agar wilayah penangkapan nelayan juga semakin luas,” jelas Hadi.
“WPP yang berdampingan, aksi sebelumnya WPP berdampingan dikasih dan saat ini dicabut lagi. Penangkapan terukur sesuai dengan zona. Zona satu ,dua tiga empat dan zona enam. Dimana kapal di bawah 100 GT, zonanya itu enam. Nah WPP 713 ini belum masuk ke wilayah kami. Makanya kita minta biar tidak ada pelanggaran bagi nelayan kami,” Hadi melanjutkan.
Hadi juga meminta terkait dengan pembahasan UU Cipta Kerja. Menurutnya pemerintah tidak mengajak nelayan untuk membahas peraturan undang-undang tersebut. Hadi khawatir jika UU Cipta Kerja nanti akan menyengsarakan nelayan.
“Kita minta penjelasan adanya UU Cipta Kerja saat ini, sektor perikanan belum ada kejelasan, itu kalau tidak ada partisipasi publik masyarakat sesuai dengan amanat saya takutnya kebijakan ini peraturannya lemah dijalankan juga. Malah justru menyejahterakan menjadi nelayan sengsara,” kata Hadi.
“Kita saat ini adanya peraturan yang memberat, kebijakan yang tidak bijak,” pungkas Hadi.
Perwakilan pendemo diterima oleh Ketua DPRD Kab. Pati, H. Ali Badrudin. Dalam penyampaiannya, DPRD berjanji dalam waktu dekat akan segera membuat surat resmi untuk disampaikan Pemerintah Pusat melalui Pemkab Pati melalui Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati.