SUKOHARJO, Jateng – Pabrik tahu di Dukuh Turiharjo RT 003/RW 005, Desa Madegondo, Grogol, Sukoharjo belum memenuhi seluruh tuntutan warga. Hingga Senin (12/6/2023), instalasi pengolahan air limbah (IPAL) belum berfungsi, namun pabrik tahu tersebut tetap beroperasi.
Sementara itu ormas Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara (LAPAAN) meminta Dinas LIngkungan Hidup (DLH) Sukoharjo menutup sementara industri perusahaan tahu tersebut.
Pengawas Lingkungan Hidup DLH Sukoharjo, Ihsan Fauzi, bersama anggotanya mengecek kembali pabrik tersebut pada Senin. Langkah ini untuk mengecek apa saja yang kesepakatan yang sudah ditindaklanjuti pemilik pabrik sekaligus mengingatkan mereka. Kesepakatan itu dibuat pada Rabu (7/6/2023) lalu.
Pada sidak Rabu lalu, pemilik industri tahu diminta untuk menyanggupi beberapa poin di antaranya melakukan pengerukan atau mengangkat sedimen dan abu di saluran air belakang pabrik tahu. Selain itu memfungsikan IPAL berkoordinasi dengan DLH Sukoharjo.
Pemilik pabrik juga menyanggupi tidak membuang limbah cairan dan abu sisa pembakaran ke saluran air warga atau fasilitas umum. Selanjutnya, bersedia meninggikan cerobong asap sesuai standar industri untuk mengurangi polusi udara di level ruang hidup manusia.
Selain itu pihak pemilik juga diminta mengoperasikan mesin diesel sesuai dengan jam kerja yakni maksimal 8 jam kerja dan mematikannya saat azan berkumandang. “Dari hasil pantauan, mereka sudah melakukan pengerukan. Namun limbah masih dibuang di sungai di mana seharusnya limbah masuk ke IPAL agar aman,” jelas Ihsan saat ditemui dalam pengecekan.
Ihsan mengatakan pemilik pabrik masih membuang limbah ke sungai lantaran IPAL belum di revitalisasi. DLH masih menunggu permohonan dari pemilik pabrik terkait revitalisasi IPAL tersebut.
Pemilik Pabrik Tak Tahu Cara Revitalisasi IPAL
Sementara itu, pemilik industri tahu, Triyem, 64 mengatakan pengerukan sudah dilakukan pada Kamis (8/6/2023) lalu. Proses pengerukan dibantu sejumlah warga sekitar pabrik.
Ibu lima anak tersebut mengatakan pabriknya sudah ada sejak 42 tahun silam, bahkan sebelum Solo Baru ada. Kapasitas produksi hariannya mencapai 2 kuintal kedelai dan dipasarkan di Pasar Gemblegan Solo.
Anak Triyem, Dwi Purwanto, 44, mengaku tak mengerti sistem kerja IPAL tersebut. Menurutnya, jika IPAL difungsikan, air imbah yang mengendap justru menimbulkan bau yang lebih tajam.
“Mohon untuk pemerintah ada revitalisasi IPAL. Di samping itu di Turiharjo pabrik tahu tidak hanya punya saya saja. Ada total lima pabrik tahu di sini meski yang beroperasi hanya empat. Mereka bahkan berada di tengah masyarakat, tetapi lingkungan setempat tidak ada masalah. Punya saya ini justru di pojok dekat dengan sungai tetapi dipermasalahkan,” katanya.
Sementara terkait cerobong asap yang dikeluhkan warga, menurutnya kini sudah tak menjadi masalah. Aebab asap yang keluar kini tak setebal biasanya. Asap tebal tersebut terjadi lantaran ada penyumbatan pada bagian bawah cerobong yang kini telah dibersihkan.
Sementara itu, Ketua LAPAAN, Kusumo Putro, mengatakan pihak pabrik harus segera memenuhi seluruh poin kesepakatan pada Rabu lalu. Apabila tidak segera dilakukan, ia meminta DLH menutup sementara pabrik tersebut. Sebab menurutnya limbah tersebut akan mengganggu lingkungan sekitar.
Selain itu, ia juga meminta kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Sukoharjo, untuk segera mengecek bangunan pabrik yang berdiri di sempadan sungai. Sebab lebar sungai yang semula sekira 6-7 meter, kini menyempit tinggal sekira 1 meter.
“Kami juga minta kepada DPUPR dan BPN untuk mengecek ke lapangan, apakah bangunan tersebut mempunyai sertifikat atau memang berdiri di sempadan sungai. Apabila memang berdiri di sempadan sungai, maka kami minta untuk dibongkar, dikembalikan fungsi sungai seperti semula,” tandas Kusumo. (aslama)
Sumber: soloraya.solopos.com
Polres Sukoharjo, Kapolres Sukoharjo, AKBP SIGIT, Kabupaten Sukoharjo, Pemkab Sukoharjo, Polrestabes Semarang, Polres Pati, Polda Jateng, Jateng, Polres Humbahas, AKBP Hary Ardianto, Polda Sumut