SALATIGA – Kerukunan antarumat beragama dan toleransi yang dijalankan warga Kota Salatiga, Jawa Tengah sudah tidak diragukan lagi. Kota yang terletak di kaki Gunung Merbabu ini dihuni oleh sekitar 30 etnis yang berasal dari Sabang sampai Merauke. Meski memiliki perbedaan adat istiadat, kepercayaan, agama maupun budaya, namun mereka bisa hidup damai berdampingan.
Mereka bisa saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Hasilnya, toleransi dan kerukunan umat beragama di kota kecil nan sejuk ini terus menguat. Ini di antaranya dibuktikan saat warga muslim menjalankan ibadah puasa dan merayakan Idul Fitri. Di saat Ramadan, umat Kristiani di Salatiga turut menyediakan takjil untuk berbuka puasa bagi warga muslim yang masih dalam perjalanan.
Takjil tersebut dibagikan rutin kepada warga di beberapa titik pembagian. Tak hanya itu, ketika umat Islam merayakan Idul Fitri, warga nonmuslim juga turut membantu kelancaran pelaksanaan Salat Idul Fitri di Alun-alun Pancasila dan di tempat lainnya.
Usai Salat Idul Fitri, warga nonmuslim memberikan ucapan selamat merayakan hari besar agama Islam ini. Bahkan ada warga nonmuslim yang bersilaturahmi ke rumah warga muslim untuk mengucapkan selamat Idul Fitri serta saling meminta maaf atas kesalahan masing-masing. Ini sudah menjadi tradisi setiap Hari Raya Idul Fitri.
“Setiap Idul Fitri, warga nonmuslim di sini bersilaturahmi kepada warga muslim untuk mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri dan saling meminta maaf. Begitu pula saat warga Kristiani merayakan Natal, kami juga bersilaturahmi untuk mengucapkan selamat Natal,” kata Siwi Saptono, warga Perum Sehati, Kelurahan Blotongan, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga.
Saat hari Natal tiba, Badan Kerjasama Gereja se-Salatiga (BKGS) biasanya menggelar perayaan bersama yang diikuti umat Kristen dan Katolik di Salatiga. Biasanya Natal bersama digelar di Alun-alun Pancasila atau di Lapangan Yonif 411. Saat perayaan Natal bersama digelar di Alun-alun Pancasila, toleransi dan kerukunan umat beragama begitu terlihat kental.
Acara yang dimulai sejak dini hari itu, juga mendapat dukungan dari warga muslim dan pemeluk agama lainnya. Ketika prosesi perayaan Natal memasuki waktu Salat Subuh dan pengurus Masjid Darul Amal yang berada di kawasan Alun-alun Pancasila mengumandangkan azan, musik yang sedang mengiringi lagu-lagu rohani mendadak langsung dimatikan. Peserta Natal bersama pun menghentikan aktivitasnya.
Selanjutnya kebaktian dilanjutkan kembali setelah Salat Subuh selesai. Begitu pula dengan pengurus Masjid Darul Amal, juga tidak menggunakan pengeras suara saat melaksanakan Salat Subuh. Tak hanya itu, ketika perayaan Natal bersama di Alun-alun Pancasila, warga muslim juga turut membantu kelancaran ibadah Natal dengan mengatur arus lalu lintas untuk memudahkan para warga yang akan mengikuti Natal bersama.
Setelah itu mereka menyalami dan mengucapkan selamat hari Natal kepada para umat Kristiani. Selain itu, warga muslim juga turut membantu kelancaran pelaksanaan perayaan Natal lainnya, seperti parade Natal. Ini bukti Salatiga adalah kota yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keharmonisan hidup beragama.
Untuk memupuk kerukunan antar umat beragama dan mewujudkan masyarakat yang toleran dari Salatiga menuju Indonesia, pemuka agama juga tidak bosan untuk mengajak masyarakat menjaga kerukunan dan menguatkan toleransi. Warga meyakini, jika konsep persahabatan dibangun, maka kerukunan, kedamaian, keharmonisan akan terjaga dengan baik.
Praktik kuat kerukunan beragama di Kota Salatiga yang bisa lestari hingga saat ini pun sejalan dengan program dari Kementerian Agama yang secara khusus menetapkan 2022 sebagai Tahun Toleransi. Selain penghormatan tinggi saat ibadah, toleransi kuat juga terpotret dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan Kemiri, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga.
Kampung ini berdampingan dengan kampus Universitas Kristen Satya Wacana. Ribuan warga dan mahasiswa universitas di Salatiga dari berbagai daerah di Indonesia berdomisili di kampung tersebut.
Tak pelak, lingkungan kampung Kemiri pun menjadi majemuk. Hebatnya, mereka bisa bergaul dan berkumpul dengan damai tanpa memandang suku, agama, ras dan golongan. Kerukunan terlihat kental dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari di kampung tersebut.
Bahkan mereka bisa saling bahu membahu di saat mengalami kekurangan maupun musibah. Seperti pada saat pandemi Covid-19 lalu. Dalam situasi sulit bisa saling membantu untuk bertahan hidup. Mereka tidak canggung untuk memberikan bantuan kepada sesama meski bukan berasal dari satu daerah.
Tak hanya itu, kepedulian warga Kampung Kemiri terhadap pendatang yang indekos juga tinggi. Bahkan, ada warga yang rela merawat mahasiswi yang terpapar Covid-19 tanpa rasa takut tertular. Warga yang merawat mahasiswi bernama Evelyn Febrian, asal Tangerang tersebut, yakni Yosefa Maria Kasmi.
Pemilik indekos tempat Evelyn tinggal itu mengatakan, apa yang dilakukannya tersebut semata-mata atas dasar rasa kemanusiaan dan toleransi. Maria, sapaan akrab ibu tiga anak ini sudah menganggap mahasiswa yang tinggal di rumah kosnya seperti anak sendiri.
“Ketika sakit pun saya rawat mereka seperti merawat anak sendiri, bergantian dengan mahasiswa lainnya kami menyiapkan makanan untuk Evelyn dan tiga anak kost yang terpapar Covid-19. Kalau memang tidak sempat memasak karena saya sendiri juga masih bekerja saya belikan di sekitar rumah,” tuturnya.
Ini menunjukkan toleransi yang dimiliki masyarakat Kota Salatiga tinggi. Begitu pula dengan kerukunan antar umat beragama. Masyarakat yang majemuk bisa berkumpul rukun, hidup damai, nyaman dan tenteram. Bahkan ada beberapa masjid dan gereja yang berdiri megah berhadapan.
Tempat ibadah tersebut antara lain Masjid Pandawa dan GKI Salatiga yang berada di Jalan Jenderal Sudirman, Masjid Darul Amal satu kawasan dengan Gereja Kristen Jawa Salatiga Utara dan HKBP.
Demikian juga Masjid Kauman di Jalan KH Wahid Hasyim juga berdekatan dengan Gereja Kristen Jawa. Saling meminjam lahar parkir saat ibadah pun menjadi hal biasa. Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kota Salatiga Noor Rofiq mengatakan, kehidupan beragama di Salatiga sangat harmonis.
“Tokoh agama rutin melakukan pertemuan, sehingga terjalin silaturahmi dan komunikasi yang baik,” ujarnya. Di sisi lain, Pemkot Salatiga juga terus melakukan sosialisasi kerukunan umat beragama dan mempererat tali silaturahmi dengan tokoh agama.
Dalam upaya menjaga kerukunan dan toleransi, Pemkot Salatiga telah membentuk kampung wawasan kebangsaan dan membuat agenda rutin kemah kebangsaan lintas agama serta menggencarkan sosialisasi kerukunan umat beragama.