Kapal Perusak Terumbu Karang di Karimunjawa Jepara Dilaporkan ke Polda Jateng

Avatar photo

Jepara – Rusaknya terumbu karang di perairan Karimunjawa, Jepara akibat ditabrak kapal LCT Serasi IX membuat geram aktivis lingkungan setempat. Mereka pun melaporkan itu ke Polda Jateng.

Aktivis lingkungan Jepara asal Desa Kemujan, Kecamatan Karimunjawa, Bambang Zakaria mengatakan laporan itu dibuat untuk memberi efek jera pada kapal yang mengancam ekosistem laut Karimunjawa.

Bang Jack, sapaan Bambang Zakaria mengatakan laporan dilayangkan setelah pihaknya mendapatkan data terkait kerusakan terumbu karang akibat dihantam kapal LCT Serasi IX.

’’Ini bukan yang pertama kalinya. Sudah berkali-kali ada kapal merusak terumbu karang. Tapi kasusnya berakhir dengan tidak jelas,’’ katanya, Selasa (14/2/2023).

Bang Jack mencontohkan, pada 2017 silam, dalam setahun ada empat kasus serupa. Kasus itu pun berakhir dengan ketidakjelasan.

Menurutnya, siapapun yang merusak terumbu karang harus bertanggung jawab. Selain membayar kerugian kepada pihak yang terdampak, dia juga meminta pelaku merehabilitasi terumbu karang yang sudah rusak.

’’Yang sudah-sudah, tidak ada upaya konservasi. Apalagi sampai ganti rugi ke masyarakat seperti kami yang terdampak secara langsung,’’ ujar Bang Jack.

Kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ), Widyastuti menyatakan, kasus terbaru itu masih dalam proses awal penyelesaian.

Menurutnya, kasus seperti itu tidak bisa diselesaikan dengan cepat karena membutuhkan waktu panjang yang melibatkan berbagai pihak.

’’Tidak ada kasus-kasus seperti ini diselesaikan instan. Tidak bisa. Ini baru proses awal. Ini sudah kami laporkan ke Dirjen KSDAE (Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, red) di Jakarta,’’ terang Tuti.

Dari hasil identifikasi awal, malam sebelum kejadian, kapal sudah bersandar sesuai arahan radio komunikasi setempat. Namun, tanpa disadari, pagi harinya tiba-tiba kapal sudah berada di atas terumbu karang. Menurut Tuti, di lokasi perairan bernama Gosong Seloka itu terdapat terumbu karang yang unik.

Yaitu ketika air laut surut, terumbu karang tersebut menyembul ke permukaan.

’’Tahu-tahu pagi, kapal sudah nangkring di atas karang. Mereka (penghuni kapal, red) tidak menyadari itu. Jadi kapal sudah tidak bisa digerakkan kemarin itu,’’ ungkap Tuti.

Dalam kasus ini, Tuti menyatakan bisa diselesaikan lewat jalur hukum pidana, perdata, atau keduanya. Jika jalur pidana, pelaku bisa dikenai pasal-pasal tentang konservasi atau hukum lingkungan.

Bila Perdata, pelaku bisa membayar ganti rugi berdasarkan dampak kerusakannya. Jalur Perdata itu bisa ditempuh penyelesaian di luar pengadilan.

Opsi-opsi itu diambil berdasarkan hasil pembicaraan pihak-pihak terkait dan kajian di lapangan. Dari kasus-kasus yang lalu, lanjut Tuti, rata-rata pihak perusahaan atau pelaku memilih jalur Perdata atau non pengadilan.

Pelaku dituntut membayar kerugian, biaya pemulihan, dan biaya yang diberikan kepada masyarakat. ’’Beberapa kali kita bayarkan melalui perangkat desanya atau tokoh-tokoh masyarakat,’’ kata Tuti.

sumber : murianews.com

 

#Polda Jateng, #Jateng, #Humas Polri, #Polrestabes Semarang, #Polres Rembang, #Polres Demak, #Polres Banjarnegara, #Polres Semarang, #Polres Batang, #Polres Pati, #Polda Kalbar, #Polda Bengkulu, #Polres Mempawah, #Polres Sintang, #Semarang, #Pemkab Banjarnegara, #Kabupaten Banjarnegara, #Rembang, #Batang, #Pati, Demak, #Kota Semarang, #Kalbar, #Bengkulu, #AKBP Tommy Ferdian, #Hendri Yulianto, #Budi Adhy Buono, #Irwan Anwar, #Dandy Ario Yustiawan, #AKBP Fauzan Sukmawansyah

Ikuti berita terkini di Google News, klik di sini.