Kakek Tunanetra Jadi Tersangka Pemalsuan Surat, Ini Penjelasan Polres Tegal

Avatar photo

SLAWI – Ramainya pemberitaan mengenai kakek Sueb warga Brebes yang dijadikan tersangka kasus laporan palsu, hingga akhirnya mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Slawi ditanggapi oleh Polres Tegal.

Berita kakek berusia 79 tahun ini menjadi ramai dan dapat atensi dari masyarakat karena kondisinya yang tidak bisa melihat.

Sehingga untuk meredam kesimpangsiuran informasi dan menjawab rasa penasaran masyarakat mengenai alasan kenapa Sueb dijadikan tersangka, Polres Tegal melalui Kasat Reskrim Polres Tegal, AKP Vonny Farizky mengadakan gelar perkara, Sabtu (4/2/2023).

Pada gelar perkara ini, Kasat Reskrim juga mengundang dari dua belah pihak yaitu pembeli tanah bersama penasihat hukum dan pihak Sueb.

Namun sampai gelar perkara selesai, baik Sueb ataupun yang mewakili tidak ada yang hadir ke Polres Tegal.

Padahal dari pihak Polres Tegal sudah mendatangi langsung ke rumah Sueb untuk menginformasikan tentang gelar perkara ini tapi kondisi rumah sepi.

Kasat Reskrim mengungkapkan alasan kenapa Polres Tegal mengambil langkah penegakkan hukum (penetapan tersangka) karena pihaknya ingin membuka hukum seterang dan sejelas-jelasnya.

Penetapan tersebut, tentu atas dasar laporan dari pembeli tanah bernama Komisah.

Sebelumnya kasus ini juga sudah dilakukan upaya restorative justise atau penyelesaian dengan menghadirkan terlapor, pelapor, keluarga terlapor, keluarga pelapor, dan lain-lain tapi tidak menemui titik terang.

Mengingat dasar dari restorative justise adalah keadilan antara terlapor dan pelapor.

Karena tidak adanya titik terang dalam proses mediasi, maka Polres Tegal menetapkan Sueb sebagai tersangka berdasar penegakkan hukum.

“Tapi penetapan tersangka kepada Sueb ini berdasar undang-undang RI nomor 19 tahun 2011 tentang pengesahan hak-hak penyandang disabilitas. Intinya kami sudah melakukan upaya mediasi kedua belah pihak, tapi memang tidak menemukan titik terang. Sehingga kami melangkah ke tahap selanjutnya agar kasus ini bisa diselesaikan dengan seadil-adilnya dan bijaksana,” ungkap Kasat Reskrim, AKP Vonny Farizky, pada awak media.

Adapun dalam proses penyelidikan dan penyidikan, dikatakan AKP Vonny pihaknya mendampingi Sueb.

Bahkan pada saat pemeriksaan Polres Tegal ikut hadir ke lokasi yaitu rumah Sueb.

Pelayanan lebih juga diberikan Polres Tegal yaitu meski Sueb ditetapkan sebagai tersangka tapi tidak dilakukan penahanan.

Hal itu berdasar kemanusiaan sebagai hak penyandang disabilitas sesuai undang-undang nomor 19 tahun 2011.

“Tujuan penegakkan hukum ini adalah untuk memberikan keringanan dan menjelaskan supaya kasus ini terang benderang sehingga bisa diselesaikan secara kemanusiaan. Kami juga tidak menutup mata dengan kondisi pak Sueb yang tidak bisa melihat, sehingga kami juga berikan pelayanan agar nantinya hakim, kejaksaan memberi kebijaksanaan dan kasus selesai,” ujarnya.

Untuk pasal yang disangkakan ke Sueb, ditatakan Kasat Reskrim pasal 266 tentang menempatkan keterangan palsu.

Pada kesempatan ini, Kasat Reskrim menduga bahwa Sueb membuat laporan palsu karena diperalat oleh mafia tanah.

Sehinga ada upaya untuk menguasai kembali tanah yang sebenarnya sudah dijual kepada Komisah.

Sementara untuk Praperadilan, Polres Tegal belum menerima surat kuasa dari Polda Jateng dan masih dipelajari.

Semisal sudah terpenuhi maka Polres Tegal akan siap melaksanakan sidang.

“Kami berharap kasus ini bisa terang benderang. Sehingga saya imbau masyarakat jangan takut, karena kami akan memberikan pelayanan lebih dan kami akan bijaksana supaya kasus bisa selesai,” tegasnya.

Sementara itu, Sunarto yang merupakan penasihat hukum dari pembeli tanah, Komisah, mengungkapkan pihaknya membuat laporan ke Polres Tegal pada 29 Februari 2022 lalu.

Sunarto pun memaparkan asal muasal sengketa tanah yang terjadi antara Sueb dengan Komisah.

Semuanya berawal pada tahun 2010 Komisah membeli tanah milik Sueb, tapi memang kondisinya saat itu Sueb sedang sakit keras bahkan tidak bisa bangun sampai pada akhirnya buta.

Tetapi karena kondisinya Sueb punya istri dan satu orang anak yang perlu dinafkahi, akhirnya sang istri menjual tanah milik Sueb kepada Komisah.

“Jika ditanya apakah saat menjual tanah Sueb mengetahui atau tidak, ya jelas sangat tahu. Tapi kan memang posisinya sedang sakit keras jadi tidak bisa apa-apa,” ungkap Sunarto.

Pada tahun 2010, Komisah membeli 892 meter persegi tanah milik Sueb atau setara dua prowolon dari total luas tanah 4.412 meter persegi dengan posisi sertifikat tanah belum diberikan.

Kemudian tahun 2011, tanah Sueb seluas 446,25 meter persegi atau setara satu prowolon dibeli lagi oleh anak dari Komisah.

Tahun 2015 akhirnya tanah milik Sueb sisanya yaitu seluas 892 meter persegi setara dua prowolon dibeli oleh orang lain bernama Herman.

“Nah karena Herman ini kan orang lain (bukan keluarga Sueb) namanya membeli tanah ya menanyakan sertifikat nya. Singkat cerita sertifikat tanah diambil di wilayah Slawi karena saat itu posisinya sedang digadaikan. Karena Komisah membeli tanah jumlahnya lebih banyak, maka sertifikat asli dipegang Komisah. Sedangkan Herman memegang sertifikat yang fotocopyan,” paparnya.

Singkatnya, lanjut Sunarto, tahun 2017 istri dari Sueb meninggal dunia.

Kemudian Sueb mengenal seseorang yang diduga mengarahkan dia supaya menguasai tanahnya yang sudah dijual ke Komisah.

Sementara ketika ditanya oleh Sunarto padahal kondisi matanya buta tapi bisa membuat atau mengurus sampai ke Kejaksaan Negeri Brebes bahkan sampai Semarang dibantu siapa, Sueb bungkam tidak mau menjawab.

Bahkan sampai membuat sertifikat tanah yang baru ke pihak terkait siapa yang membantu, mengingat kondisi matanya yang tidak bisa melihat.

“Intinya Sueb mengetahui tentang jual beli tanah miliknya, karena hasil penjualan juga dipakai oleh Sueb dan keluarganya. Terlebih sebelum meninggal, istri dari Sueb sempat main ke rumah Komisah dan bercerita jika memiliki banyak hutang di warung sehingga sampai menjual tanah,” tutur Sunarto.

Total uang yang dikeluarkan Komisah untuk membeli tanah milik Sueb sekitar Rp 52 juta seluas tiga prowolon pada tahun 2010.

Adapun transaksi jual beli tanah saat itu berlangsung di rumah Komisah, disaksikan RT, istri Sueb, Sueb, dan sang anak.

“Dasar kami melaporkan Sueb ya karena membuat laporan palsu. Hal itu diperkuat karena saat melapor ke Polres Tegal Sueb memberi pernyataan sertifikat diperkirakan hilang saat dalam perjalanan dari Slawi menuju Desa Srengseng, Kecamatan Pagerbarang, Kabupaten Tegal. Padahal kenyataannya sertifikat asli ada di Komisah,” tandasnya.

Adapun diberitakan sebelumnya, Sueb didampingi satu orang tetangga dan tim kuasa hukum, mendatangi Pengadilan Negeri Slawi, Kabupaten Tegal, untuk memenuhi panggilan sidang sebagai pemohon Praperadilan atas kasus penetapan tersangka oleh Polres Tegal.

Proses sidang yang berlangsung sekitar pukul 10.00 WIB di ruang Cakra Kamis (2/2/2023), hanya dihadiri oleh Sueb dan tim kuasa hukumnya, tanpa dihadiri oleh termohon Praperadilan dari Polres Tegal.

Sehingga pada kesempatan itu, ketua majelis hakim memutuskan untuk menunda sidang pada minggu depan tepatnya 9 Februari 2023.

sumber : jateng.inews.id

 

#POLDA JATENG, #JATENG, #JAWA TENGAH, #HUMAS POLRI, #DIVHUMAS, #POLRI, #PRESISI, #KAPOLDA JATENG, #AHMAD LUTHFI, #IQBAL ALQUDUSI, #BIDHUMAS POLDA JATENG, #POLRESTABES SEMARANG, #POLRES REMBANG, #POLRES DEMAK, #POLRES BANJARNEGARA, #POLRES PATI, #POLRES SEMARANG, POLRES BATANG, #PEMKAB BANJARNEGARA, #KABUPATEN BANJARNEGARA, #BANJARNEGARA, #POLDA KALBAR, #KALBAR, #POLDA NTT, #NTT, #POLDA BENGKULU, #BENGKULU, #POLRESTA CILACAP, #CILACAP, #POLRESTA SIDOARJO, #POLDA JATIM, #JATIM

Ikuti berita terkini di Google News, klik di sini.