Ditreskrimum Polda Jateng Tangani Kasus Pencurian Data Pribadi

Avatar photo

SEMARANG – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng masih memburu siapa pembuat aplikasi penyedia data pribadi.

Sebab, data pribadi yang diunggah dalam aplikasi smart app tersebut disalahgunakan oleh tersangka KA pembuat kartu perdana ilegal.

“Kami masih cari pembuat aplikasi ini yang merangkum hingga mengupload identitas pribadi,” terang Dirreskrimsus Polda Jateng,Kombes Dwi Soebagio di kantornya, Kota Semarang, Rabu (8/3/2023).

Untuk melancarkan perburuan itu, pihaknya berkoordinasi dengan Bareskrim Polri dan Kementerian Kominfo.

Ia tak ingin lagi ada data kependudukan yang disalahgunakan.

“Itu menjadi perhatian bagi kami, kenapa data bisa terbuka secara umum padahal rentan sekali digunakan untuk kepentingan kriminal,” jelasnya.

Ia menambahkan, masyarakat perlu berhati-hati dalam  memberikan data pribadi ke penyedia aplikasi.

Data hanya untuk digunakan kepentingan tersebut bukan diberikan kepada orang lain yang tidak berhak.

Semisal ada warga yang menghadapi persoalan tersebut dapat mengadu ke aparat lewat aplikasi klepon.in.

Melalui aplikasi itu dapat mengadu semisal ada nomor telepon dan data kependudukan yang disalah gunakan.

“Kami ada aplikasi klepon.in, bisa mengadu ke situ,” bebernya.

Sebelumnya, tersangka pembuat dan pengedar kartu perdana ilegal, KA mengaku dalam menjalankan bisnis kartu perdana ilegal dilakukan secara mandiri.

Bisnis itu sepenuhnya dilakukan di rumahnya di Dusun Jetis, Dlimas, Banyuputih, Kabupaten Batang.

Mantan pemilik konter handphone itu, memproduksi kartu perdana ilegal dengan memasukan identitas milik orang lain tanpa izin.

Pengakuan tersangka, sehari mampu melakukan aktivasi sebanyak 50 kartu.

Tiap kartu dijual  Rp15 ribu.

Artinya setiap hari mampu mengantongi uang Rp750 ribu.

“Garap kartunya hanya pilih Telkomsel sebab penjualan mudah,” ucap tersangka KA di kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng, Kota Semarang, Rabu (8/3/2023).

Pria tamatan SMA itu mengaku, belajar bisnis tersebut dilakukan secara otodidak.

Ia mempelajarinya dari Google lalu dipraktikkan.

Kebutuhan alat seperti modem pool dibeli secara online dengan harga seperangkat modem pool Rp 3 juta.

Modem pool berfungsi untuk menyalin data kependudukan seperti KTP dan KK ke kartu perdana.

“Sehari bisa garap 50 kartu perdana, kartu itu beli di online harga kisaran Rp 3 ribu-5 ribu,” terangnya.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng membongkar kasus peredaran kartu perdana ilegal.

Hasil ungkap kasus tersebut, polisi menangkap seorang pria, berinisal KA asal Jetis, Delimas, Banyuputih, Kabupaten Batang.

Di rumahnya tersebut, tersangka membuat kartu perdana ilegal dengan omzet  hingga mencapai Rp15 juta per bulan.

“Kami tangkap tersangka atas informasi masyarakat yang resah adanya peredaran kartu perdana jenis Telkomsel bodong alias palsu,” papar Dirreskrimsus Polda Jateng,Kombes Dwi Soebagio di kantornya, Kota Semarang, Rabu (8/3/2023).

Tersangka sudah menjalankan bisnis tersebut sejak tahun 2020.

Pengakuannya, ia membuat perdana palsu seorang diri.

Setiap harinya, mantan pemilik konter handphone itu berhasil membuat 50 kartu perdana palsu khusus provider Telkomsel.

Setiap kartu dibanderol harga Rp15 ribu dengan sistem penjualan secara online.

Barang tersebut laris manis di pasaran terutama di Jawa dan Sumatera.

“Modal beli kartu perdana kosong Rp3 ribu sampai Rp5 ribu, diisi identitas orang lain baik KTP maupun KK tanpa izin, lalu dijual lagi Rp15 ribu,” beber Dwi.

Tersangka memperoleh data pribadi seperti KK dan KTP dari sebuah aplikasi smart app.

Aplikasi tersebut banyak digunakan oleh para pelajar untuk membantu proses pengerjaan skripsi.

Selepas memperoleh data, tersangka menyalinnya ke modem pool yang telah disisipkan kartu perdana.

Melalui alat itu, kartu perdana otomatis teraktivasi tanpa registrasi manual yang jamak dilakukan masyarakat.

Dwi mengatakan, masih menelusuri aplikasi yang menyediakan data pribadi yang diunduh tersangka.

“Aplikasi ini ada di Google bisa dibuka oleh siapapun, pembuatnya masih kami dalami,” paparnya.

Polisi menyita sejumlah alat yang digunakan tersangka KA meliputi handphone, komputer, CPU, dan modem pool.

Adapula sejumlah kartu yang belum teregistrasi ada 4.700 kartu.

Sedangkan kartu yang belum terjual ada 1.000 kartu.

“KA selama penindakan dan pemeriksaan tidak kooperatif saat penyidikan,” terang Dwi.

KA kemudian dijerat Pasal UU ITE , ancaman hukuman maksimal 12 tahun.

Selain itu, pasal 94 junto pasa 77 UU nomor 24 tahun 2013, tentang administrasi kependudukan dengan ancaman penjara maksimal 6 tahun.

sumber:  TribunJateng.com

 

#POLDA JATENG, #JATENG, #JAWA TENGAH, #POLRESTABES SEMARANG, #POLRES REMBANG, #POLRES DEMAK, #POLRES BANJARNEGARA, #POLRES PATI, #POLRES SEMARANG, #POLRES BATANG, #POLDA KALBAR, #KALBAR, #POLDA BENGKULU, #BENGKULU, #SEMARANG, #PATI, #DEMAK, #BANJARNEGARA, #BATANG, #UNGARAN, #POLRI NEWS, #DENSUS, #POLRI, #BANSOS POLDA, #POLDA DAN COVID, #VAKSINASI POLDA, #LISTYO SIGIT, #OKNUM POLISI, #HUMAS POLRI, #HUMAS, #DIVHUMAS