Berikut Fakta-Fakta, Pimpinan Ponpes di Semarang Diduga Cabuli Santriwatinya

Avatar photo

SEMARANG, Jateng – Pondok Pesantren (Ponpes) Hidayatul Hikmah Al Kahfi dipastikan tidak memiliki izin.

Ponpes milik terduga pelaku kekerasan seksual, Muh Anwar alias Bayu Aji Anwari (BBA) di Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur ini diketahui memiliki ruang bawah tanah atau bunker. Belum diketahui fungsi sesungguhnya bunker tersebut.

Berdasarkan penelusuran, ponpes tersebut berada di RT 3 RW 4, Kelurahan Lempongsari. Lokasinya berada paling ujung atas, tepi tebing.

Akses jalan hanya selebar satu meter, tidak jauh dari Kantor Kelurahan Lempongsari. Namun bangunan tersebut tidak seperti pada umumnya ponpes. Terkesan hanya rumah kecil, tapi bertingkat.

“Memang hanya biasa-biasa aja. Enggak kayak pondok pesantren yang besar itu, enggak. Ada (penghuni) yang dari Purwodadi, Boja, yang perempuan biasa pakai jilbab. Ada yang kerja, ada yang masih kuliah,” ungkap warga yang bertempat tinggal di depan Ponpes tersebut, Puji Astuti, Kamis (7/9).

Ketika koran ini mengintip dari salah satu ruangan melalui celah celah ventilasi, terlihat ada tumpukan kasur dan bantal dengan banyak lemari.Tempat tersebut kini tak berpenghuni. Menurut Puji, penghuni rumah termasuk pemiliknya sudah meninggalkan bangunan tersebut sekitar satu tahun lalu.

“Awalnya sedikit pada pulang, terus kosong, sudah gak kelihatan semua. Isterinya ketemu saya (sempat) pamitan, katanya mau pulang ke Tangerang,” katanya.

Ponpes terdiri dari dua bangunan kecil saling berhadapan. Salah satunya, terdapat kaligrafi tulisan Arab, tertempel di dinding. Terdapat ruangan bawah tanah, persis berada di bawah rumah tersebut.

“Ruang bawah tanah pas persis (sampai) di belakang rumah kakak saya, ada pintunya. Aksesnya lewat dalam rumah, lewat kamar mandi. Ruangnya bagus, lantainya marmer. Itu (dikunjungi) kalau ada tamu-tamu. Yang pernah masuk itu kakak saya,” jelasnya.

Menurut Puji, sekitar dua tahun lalu, BBA menempati bangunan itu setelah membeli dari warga setempat. Setelah ditempati, kemudian mulai dibangun, termasuk membuat ruangan bawah tanah.

“Dia kan aslinya orang Rejosari. Berdirinya pondok ya ketika menempati bangunan ini. Awalnya dulu dia beli rumah ini, kayak gubuk kecil. Terus lama-lama tinggi (tingkat) ada gerongan-gerongan (ruang bawah tanah),” katanya.

Puji menyebutkan, santri yang biasa di tempat tersebut laki-laki dan perempuan. Jumlahnya juga tidak sampai 20 orang, masih remaja. Laki-laki tinggal di lantai atas, perempuan di lantai bawah. Para penghuni ponpes tersebut juga disuruh membangun ruangan bawah.

“Membuat itu juga gak ada pemberitahuan. Setiap malam ada suara getar, mulai jam 1 sampai jam 2 malam, disuruh angkut-angkut. Tanah galian dibuang ke rumahnya yang di Rejosari,” bebernya.

Selain dihuni para santri dan BBA, isterinya juga menempati bangunan tersebut. Pasangan suami istri ini memiliki enam anak. Anak sulung duduk di bangku SMP. Setelah muncul kasus pelecehan seksual, istrinya meninggalkan tempat tersebut.

“Warga sini ya kaget. Enggak menyangka sama sekali soalnya dia di sini ramah, ikut arisan juga. Itu pernah ada ibu-ibu, orangtua santri datang nangis-nangis, malam-malam jam 7-an. Terus disuruh diem, gampang masalahnya bisa diselesaikan. Ternyata anaknya kena (disetubuhi),” bebernya.

Sebelum mencuat kasus tersebut, warga tak menaruh curiga. Sebab, aktivitas terlihat lumrahnya rumah hunian.

“Kalau sini kan cuma buat tempat tidur, kalau malam salawatan gitu aja. Kalau pengajian kan di rumahnya sana (Rejosari),” katanya.

Pemilik ponpes tersebut memberlakukan aturan tegas. Manakala, santrinya membuat kesalahan, mendapat sanksi hukuman.

“Warga melihat, ada yang mas-mas suruh jalan jongkok sampai berapa jam. Pernah ada yang disuruh ambil air di bawah, sampai tubuhnya lecet. Warga pada tahu, dibilangin, responnya istrinya juga diam, mungkin istrinya takut,” imbuhnya.

Selain di Lempongsari, Ponpes Hidayatul Hikmah Al Kahfi juga memiliki bangunan di Jalan Rejosari Gumuk, Semarang Timur. Tempat tersebut merupakan rumah ibu Muh Anwar alias Bayu Aji Anwari (BBA) yang dipakai pengajian sekaligus kantor BMT Khasanah.

Namun BMT tersebut diduga abal-abal. BBA juga telah dilaporkan ke Polrestabes Semarang, terkait penipuan. Nasabah yang telah menyetorkan dana ke BMT ternyata tidak bisa menarik kembali uangnya gara-gara kas kosong.

Rumah bertingkat tiga tersebut berada di permukiman padat penduduk. Di dalam rumah tersebut terpasang puluhan foto sejumlah kiai. Ada ruangan sekitar 3 x 4 meter yang digunakan untuk kantor BMT. Papan berisi struktur nama pengurus BMT masih terpasang.

Ibu dari BBA, Supi, mengakui, rumah tersebut dipergunakan sebagai tempat jamaah santri anaknya untuk pengajian. Aktivitas tersebut dilakukan setiap Minggu malam. Namun, jamaah tersebut telah habis sejak terjadi kasus penipuan BMT.

“Tadinya sekitaran 200 orang, sekarang hanya sekitaran 20 sampai 25 orang. Yang ngisi pengajian bukan sudah anak saya lagi, tapi jamaah lainnya,” katanya Kamis (7/9).

Tak hanya sebagai tempat pengajian dan kantor BMT, rumah tersebut juga dipergunakan menampung para santri yang akan dikirim melanjutkan kuliah. Mereka ada yang dikirim ke Malang, Kudus, hingga Jakarta.

Perempuan yang mengaku sebagai pemijat ini menjelaskan, anaknya mendirikan BMT untuk menampung uang para jamaah. Kemudian dana yang terkumpul diputar untuk bisnis dan membantu orang lain.

“Misalnya ada jamaah nitip, uangnya nanti dipinjamkan ke orang untuk buka usaha. Dititipin ke sini. Kantornya ya di sini. Akibat kejadian begini-begini, jamaahnya habis,” katanya.

Supi mengaku sudah tiga tahun tidak bertemu BBA. Menurutnya, BBA ke Jakarta bersama isteri dan anak-anaknya.

“Istrinya kan aslinya Pati. Tapi ayahnya di Jakarta. Dulu kan isterinya kuliah di Semarang,” imbuhnya.

sumber: radarsemarang

 

Polrestabes Semarang, Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, Kota Semarang, Pemkot Semarang, Polda Jateng, Jateng, Kabidhumas Polda Jateng, Bidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Lutfi

Ikuti berita terkini di Google News, klik di sini.