Soal Upaya Pemkot Semarang Tangani Banjir Rob, Ini Kata Pakar

Avatar photo

SEMARANG, Jateng – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang kembali melakukan pengerukan secara merata di sejumlah sungai sebagai bentuk upaya keseriusanya dalam penanganan persoalan banjir.

Lantas, bagaimana pendapat pakar terkait langkah Pemkot Semarang selama ini dalam penanganan banjir di Kota Lumpia?

PromosiCucok Bun! Belanja Makeup di Tokopedia Sekarang Bisa Dicoba Meski Lewat Online

Ahli hukum lingkungan dari Universitas Katolik (Unika) Seogijapranata, Benny D. Soetianto, menilai permasalahan banjir di Kota Semarang cukup kompleks. Sehingga, penangananya harusnya tidak hanya sebatas peninggian jalan, pengerukan sungai, maupun pembuatan tanggul laut atau sheet pile.

“Contohnya seperti penataan drainase di Semarang yang kurang maksimal. Pemerintah selama ini konsentrasinya baru di saluran [drainase] primer, seperti Banjir Kanal Timur/Barat (BKT/B). Sementara, saluran sekunder belum digarap secara maksimal,” kata Benny, Kamis (15/6/2023).

Merujuk dari laman DPU Kota Semarang, subsistem drainase di Kota Semarang pada 2023 tercatat ada 273 saluran sekunder. Dari ratusan drainase itu, beberapa di antaranya digarap namum belum maksimal dinilai menjadi salah satu penyebab banjir rob sering menyapa Kota Semarang.

“Terus kalau ada kebanjiran rob, tindakanya malah meninggikan jalan. Padahal problemnya bukan di jalan. Tapi di penataan air [drainase yang harusnya menyerap air saat menggenangi jalan]. Jadi menurut saya ada kesalahan persepsi dasar,” terangnya.

Tak hanya itu, daerah serapan area dan daerah tangkapan air di Semarang juga sudah banyak beralih fungsi. Hal itu turut menyumbang percepatan penurunan muka tanah hingga membuat Semarang menempati peringkat kedua sebagai kota tercepat tenggelam di dunia, setelah Tianjin di Tiongkok.

“Tangkapan area hampir enggak ada. Semua hampir berubah. Tepi muara [hilir] jadi perumahan, rumah, perkampungan. Padahal tepi muara untuk penampungan air, bukan resapan karena resapan itu di daerah hulu [perbukitan] Semarang. Kalau mau bikin biopori bukan di Semarang bawah. Percuma karena bukan resapan, yang keluar malah intrusi air laut. Jadi harusnya biopori di atas,” tegasnya.

Saat ditanya penanganan seperti apa yang harusnya diambil Pemkot Semarang, Benny menyarankan memakai konsep yang sering dipakai oleh Belanda, yakni lebih berfokus pada penanganan lokalitas dan kecil-kecil atau seperti memaksimalkan drainase terlebih dahulu.

“Kemudian baru yang besar-besar [primer]. Artinya begini, daripada langsung tanggul laut, mekanimesnya lebih baik polder. Tapi polder itu juga enggak hanya sebatas kolam, harus ada empat komponen lainya,” katanya.

Lebih jauh, empat komponen yang dimaksud Benny, yakni adanya kolam retensi, saluran air tertata, tanggul, dan rumah pompa yang menjadi satu kesatuan dengan polder. Tujuannya agar polder tak hanya sebatas menjadi kolam air, namun benar-benar berfungsi sebagai penampungan sementara air.

“Polder di depan Tawang itu percuma, sudah penuh kok. Jadi kalau ada limpasan air daerah lain, apakah cukup dibuang ke situ [Polder Tawang]. Artinya kondisi polder harus kering. Kalau ada air enggak terlalu banyak, biar enggak beludak atau tumpah pas ada limpasan air. Maka kalau ada empat komponen itu lebih maksimal,” katanya.

Benny menambahkan, idealnya area rawan rob dibuatkan satu polder beserta empat komponen tersebut. Tujuanya untuk menampung air agar tak menggenangi pemukiman-pemukiman warga.

“Tiap perumahan yang rawan rob harusnya ada area yang dibiarkan kosong untuk ketersediaan buang air [polder]. Jadi kalau airnya banyak bisa diarahkan ke sana dulu, tidak langsung laut. Kenapa? Risikonya kita punya sungai tak mampu menampung luapan air. Kalau sungai kecil-kecil itu kan mengalir ke laut, bisa dikendalikan lewat pompa, mulai agak kering, airnya baru pindahkan ke saluran-saluran sekunder untuk diarahkan ke laut,” imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, upaya serius Pemerintah Kota Semarang dalam penanganan persoalan banjir dilakukan secara merata di berbagai wilayah. Jauh hari sebelum memasuki musim penghujan, berbagai upaya intensif terus dikebut agar banjir tidak melanda Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah.

Setelah mengupayakan pencegahan banjir di wilayah timur, pencegahan wilayah barat dan tengah juga tidak luput dari perhatian Pemerintah Kota Semarang. Hal itu dilakukan dengan pengerukan Kali Semarang.

“Pengerukan ini dilakukan bersama antara DPU Kota Semarang dan BBWS Pemali-Juana. Pengerukan Kali Semarang dari sisi Arteri Yos Sudarso sampai pertemuan Kali Asin dilakukan kawan-kawan BBWS, sedangkan untuk sisi lanjutan Kali Semarang dan Kali Asin akan dilakukan kawan-kawan DPU Kota Semarang,” terang Wali kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu.

sumber: Solopos.com

 

Polda Jateng, Jateng, Polrestabes Semarang, Polres Rembang, Polres Sukoharjo, Polres Pati, Polres Batang, Polres Humbahas, Polda Sumut, Kapolres Sukoharjo, AKBP SIGIT, AKBP Hary Ardianto, Polres Banjarnegara