Penyamaan Produk Tembakau Dengan Narkotika Dikecam Serikat Buruh di Jateng

Avatar photo

SEMARANG, Jateng  – Memperingati hari buruh 1 Mei, Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI) Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan petisi terkait dengan pasal pengamanan zat adiktif.

Diketahui, pemerintah saat ini dalam proses penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan, meningkatkan kualitas kesehatan, dan menurunkan biaya kesehatan di Indonesia.

RUU Kesehatan turut menyelipkan beberapa poin pengaturan tentang tembakau yang menimbulkan polemik dan kegaduhan publik, tidak hanya pemangku kepentingan industri tembakau.

Usulan pasal 154-159 pada RUU Kesehatan tentang Pengamanan Zat Adiktif telah mengelompokkan dan menyetarakan produk tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol.

Hal ini sangat mengejutkan dan meresahkan karena tembakau sebagai produk legal disetarakan dengan narkotika dan psikotropika yang merupakan produk ilegal.

“Rencana penyetaraan tembakau dengan narkotika dan psikotropika menyakiti hati kami para pekerja di sektor tembakau yang berusaha mencari nafkah secara legal,” ujar Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI) Provinsi Jawa Tengah, Edy Riyanto, Senin (1/5/2023).

Menurutnya, produk tembakau adalah komoditas utama nasional yang berkontribusi signifikan terhadap penyerapan jutaan tenaga kerja di berbagai daerah dan pemasukan keuangan negara.

Kementerian Kesehatan juga berniat untuk mengatur Industri Tembakau secara sepihak, di RUU ini Kementrian Kesehatan bahkan berniat mengatur standarisasi kemasan produk tembakau tanpa mempedulikan kenyataan di lapangan akan menjamurnya rokok ilegal dan mematikan usaha yang legal.

“Kami sebagai salah satu pemangku kepentingan utama di sektor tembakau meminta pemerintah agar produk tembakau dihapus dari RUU kesehatan karena tidak relevan. Telah mengancam sawah ladang kami dan membahayakan keberlangsungan jutaan pekerja di Indonesia,” ujarnya.

Pihaknya mengajak seluruh masyarakat luas dan para pekerja, petani, pekerja seni kreatif dan pedagang untuk membuka hati nurani dan bersama-sama melawan kezaliman dengan menolak pasal pengamanan zat adiktif.

“Fakta lapangan kerja sulit, terlebih problem pendidikan yang terbatas. Dalam memotivasi kinerja para pekerja pada umumnya pekerja didorong harus bangga dengan hasil produksinya, bagaimana dengan pekerja/buruh rokok, hal ini tentu sangat menyakitkan perasaan hati jutaan pekerja rokok dan keluarganya yang mencari nafkah pada IHT,” ujarnya.

Hal ini sangat memprihatinkan karena narkotika dan psikotropika ilegal dan dilarang tegas oleh hukum di Indonesia. Sehingga tidak selayaknya produk tembakau (rokok) digolongkan dalam kelompok tersebut.

Fakta IHT legal dan memberikan kontribusi yang besar terhadap pemasukan negara dan sektor padat karya dalam penyerapan tenaga kerja.

“Industri adalah sawah ladang pekerja, industri sebagai sawah ladang sumber mata pencaharian pekerja harus diberi ruang untuk kepastian keberlangsungannya dan pertumbuhannya. Hak dan keadilan usaha untuk industri merupakan kepastian pekerjaan dan penghasilan yang layak sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Hak & Keadilan Usaha mutlak untuk mewujudkan Hak & Keadilan untuk pekerja,” pungkasnya.

sumber: TribunJateng.com

 

Polda Jateng, Jateng, Polrestabes Semarang, Polres Rembang, Polres Sukoharjo, Polres Pangandaran, Polres Humbahas, Polres Lamandau, Polda Kalbar, Polda Kaltara