Pakar Hukum FH UMM Soroti RUU Kejaksaan dan Rancangan KUHAP

Malang, 30 Januari 2025 – Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar Seminar Nasional bertajuk “Sinkronisasi dan Harmonisasi Materi RUU Kejaksaan dan Rancangan KUHAP” pada Kamis (30/1/2025).

Seminar ini dihadiri oleh berbagai pakar hukum, akademisi, dan praktisi yang membahas urgensi penyesuaian regulasi dalam rangka menciptakan sistem peradilan yang lebih efisien dan berkeadilan.

Dekan Fakultas Hukum UMM, Prof. Dr. Tongat, S.H., M.Hum, dalam didepan awak media menyatakan bahwa seminar ini menjadi ajang diskusi penting, mengingat RUU Kejaksaan dan Rancangan KUHAP memiliki dampak besar terhadap penegakan hukum di Indonesia.

“Kewajiban kita sebagai akademisi adalah memberi masukan yang konstruktif bagi kebijakan hukum nasional, agar ke depannya sistem peradilan kita lebih jelas, terstruktur, dan adil,” ujar Prof. Tongat.

Selanjutnya, Prof Tongat memaparkan tentang konsep “Restorative Justice” dalam perspektif RUU Kejaksaan dan Rancangan KUHAP, menawarkan alternatif penyelesaian perkara pidana yang lebih berfokus pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, dibandingkan dengan hukuman yang hanya mengarah pada penahanan.

Ia juga mengkritik konsep prisonisasi, stigmatisasi, dan dehumanisasi dalam sistem peradilan pidana saat ini.

“Prisonisasi adalah proses interaksi di dalam lembaga pemasyarakatan yang justru memperburuk perilaku kriminal. Sementara stigmatisasi memberi label buruk kepada pelaku, dan dehumanisasi mengasingkan mereka dari komunitas sosial,” terang Prof. Tongat.

Menurutnya, sistem peradilan yang mengedepankan restorative justice dapat mengurangi ketiga hal tersebut, memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri, serta memperkuat ikatan sosial di masyarakat.

Pada sesi pertama, Ketua Forum Dekan Fakultas Hukum PTM, Assoc. Prof. Dr. Faisal, S.H., M.Hum., menyoroti pentingnya sinkronisasi antara RUU Kejaksaan dan Rancangan KUHAP.

Ia mengungkapkan, perubahan regulasi hukum harus mempertimbangkan prinsip keadilan dan kepastian hukum, agar sistem peradilan pidana Indonesia dapat berjalan lebih efisien.

“Penyesuaian regulasi kejaksaan dan Rancangan KUHAP adalah suatu keharusan untuk memastikan bahwa sistem peradilan pidana kita berjalan dengan lebih efisien dan selaras dengan kebutuhan hukum yang berkembang,” ujar Dr. Faisal.

“Tanpa sinkronisasi yang tepat, tumpang tindih kewenangan bisa muncul, yang pada gilirannya memengaruhi kejelasan dan efektivitas proses hukum.” Tambahnya.

Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.H., Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, dalam paparan selanjutnya, mengingatkan pentingnya prinsip keadilan dan proporsionalitas dalam pelaksanaan tugas kejaksaan.

“Dalam menjalankan tugas, aparat kejaksaan harus berpegang pada asas legalitas dan menjunjung tinggi hak asasi manusia,” tegas Dr. Trisno.

Dr. Trisno juga mengingatkan bahwa tantangan terbesar dalam praktik hukum kejaksaan adalah menyeimbangkan aspek represif dan preventif dalam penegakan hukum.

“Reformasi hukum pidana harus memperkuat kewenangan kejaksaan, tetapi juga menjamin hak-hak masyarakat dalam proses hukum.” Ucapnya.

Pemateri selanjutnya, Dr. Sholehuddin, S.H., M.Hum., mengkaji lebih dalam mengenai pentingnya harmonisasi RUU Kejaksaan dengan Rancangan KUHAP.

Ketidakharmonisan antara kedua regulasi ini dapat berimplikasi pada tumpang tindih kewenangan, yang berujung pada ketidakpastian hukum dalam proses peradilan.

“RUU Kejaksaan harus disusun dengan mempertimbangkan keterkaitannya dengan Rancangan KUHAP agar tidak terjadi benturan norma yang bisa menghambat proses peradilan,” ungkap Dr. Sholehuddin.

Penyelarasan antara peran kejaksaan dalam sistem peradilan dengan norma-norma hukum yang berlaku sangat diperlukan. Tanpa sinkronisasi, perbedaan interpretasi hukum bisa memicu ketidakpastian dalam penegakan hukum.

Koordinasi antar lembaga penegak hukum, seperti kejaksaan dan kepolisian, sangat penting untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan yang dapat merugikan keadilan.

Rektor UMM, Prof. Dr. Nazaruddin Malik, M.Si., yang juga menjadi pemateri juga menegaskan bahwa akademisi memiliki peran strategis dalam memberikan masukan kepada kebijakan hukum di Indonesia.

“Kami berharap seminar ini bisa menjadi wadah diskusi yang konstruktif dan dapat memberikan kontribusi bagi penyusunan regulasi hukum yang lebih baik,” ujar Prof. Nazaruddin.

Dari seluruh rangkaian seminar, dapat disimpulkan bahwa sinkronisasi dan harmonisasi antara RUU Kejaksaan dan Rancangan KUHAP adalah langkah krusial dalam memperbaiki sistem peradilan pidana Indonesia.

Para pakar hukum yang hadir sepakat bahwa penegakan hukum yang tidak disertai dengan sinkronisasi yang baik berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.

Oleh karena itu, penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa regulasi yang ada berjalan seiring dengan perkembangan zaman, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip keadilan, kepastian hukum, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Seminar ini menjadi langkah awal yang positif dalam membahas isu-isu krusial terkait reformasi hukum di Indonesia dan diharapkan dapat memberi solusi konkret dalam pembaruan sistem hukum pidana yang lebih berkeadilan.