Islam dan Etika Politik: Memilih Pemimpin dengan Masa Lalu Korupsi

Avatar photo

Pada pemilihan umum atau Pemilu 2024 warga Indonesia akan memilih calon pemimpin, baik sebagai presiden dan wakil presiden ataupun wakil rakyat di parlemen. Dari beberapa calon yang ada, terutama di tingkat wakil rakyat, sebagian pernah tersandung kasus dugaan korupsi, perbuatan asusila dan lainnya. Lantas, bagaimana hukum Islam memandang calon yang demikian?

Di alam demokrasi masyarakat memiliki hak untuk memilih langsung calon pemimpin seperti presiden, gubernur, bupati, dan calon anggota dewan baik DPR, DPRD, atau DPD yang mereka kehendaki.

Problemnya, kita perlu melihat perjalanan hidup para calon dan kandidat itu. Kita perlu mengetahui rekam jejak mereka baik prestasi maupun jalan buruk yang pernah mereka lalui. Dengan pengetahuan itu, kita dapat menentukan pilihan yang terbaik dari calon yang ada.

Dalam kaitan memilih, kita memang diperintahkan untuk memberikan pilihan atau dukungan kepada calon pemimpin atau calon dewan yang berhak.

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا

Artinya: “Sungguh, Allah memerintahkan kalian untuk memberikan amanat kepada yang berhak,” (Surat An-Nisa ayat 58).

Adapun calon yang terbukti pernah melakukan korupsi, mengabaikan tanggung jawab, pernah tersandung kasus cabul atau mesum, atau pernah bermasalah, maka kita sebaiknya tidak memilih mereka bila ada calon atau kandidat lainnya yang lebih layak.

Kami tidak mengatakan semua calon yang ada tidak layak. Semua calon pemimpin yang ada di hadapan para pemilih adalah calon yang layak karena telah melalui proses administrasi lembaga pemilu, yaitu KPU. Hanya saja kita diharuskan untuk memilih calon yang terbaik dan lebih layak di antara para calon pemimpin dan kandidat anggota dewan yang ada.

الحال الثاني أن يكون هناك غيره ممن يصلح فذلك الغير إما أن يكون أصلح وأولى منه وإما مثله وإما دونه فإن كان أصلح منه بني على أن الإمامة العظمى هل تنعقد للمفضول مع وجود الفاضل بالانعقاد فإن لم نجوز للمفضول القضاء حرمت توليته وحرم عليه الطلب والقبول
Artinya: “Kondisi kedua, jika di sana ada calon atau kandidat lain yang layak, maka calon atau kandidat lainnya bisa jadi lebih layak dan lebih utama, setara, atau lebih rendah daripadanya. Jika calon atau kandidat lain lebih layak darinya, maka kita mengikuti logika pengangkatan pejabat tertinggi atau presiden/raja perihal berlakunya jabatan calon yang kurang layak di samping calon yang lebih layak. Jika kita tidak membolehkan calon yang kurang layak untuk mengemban jabatan hakim, maka kita diharamkan untuk mengangkat (mendukung atau memilih) calon yang kurang layak dan calon itu diharamkan untuk mengejar dan menerima jabatan tersebut,” (Lihat Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz IX, hal. 263-264).Perihal pemilihan calon bermasalah ini pernah diangkat dalam Munas NU 2012 di Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat. Forum ini mengharamkan kita untuk mendukung calon pemimpin atau kan

didat anggota dewan yang terbukti korupsi, gagal dalam mengemban jabatan sebelumnya, mengabaikan kepentingan rakyat, dan mengutamakan kepentingan pribadi.

Semua bukti itu menjadi indikasi bahwa para calon itu tidak memiliki keahlian, kejujuran, tidak terpercaya, dan cenderung khianat.

Kami mengimbau agar masyarakat untuk selektif dalam menentukan pilihan di TPS karena mereka dalam masa jabatan itu cukup memegang peran terkait kemaslahatan umum. Kami berharap mereka mengenali calon yang akan mereka pilih.

Artikel diambil dari: Hukum Memilih Calon yang Pernah Korupsi atau Tersandung Kasus Cabul

Kami juga mengimbau mereka untuk menggunakan semaksimal mungkin hak pilih mereka dengan cara memilih para calon di TPS yang telah ditentukan. Jangan sampai tidak mencoblos atau golput. Semoga Allah memberikan pemimpin dan anggota dewan yang terbaik untuk masyarakat.

sumber: https://jatim.nu.or.id/